Dari 3.103 Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia, ternyata hanya 24 PT yang dinilai berhasil menerapkan praktek baik dalam pengelolaan mutu pendidikan. Jumlah PT yang melakukan praktek baik ini dianggap menurun dari tahun ke tahun. Sebelumnya, tahun 2008 terdapat 68 PT yang dinilai melakukan praktek baik dan kemudian jumlahnya menurun lagi menjadi 58 PT di tahun 2009. Hal itu dijelaskan Direktur Akademik DIKTI Prof. Ir. Illa Sailah, M.Sc., Ph.D. Penurunan jumlah perguruan tinggi yang melakukan praktek baik dalam pelaksanaan kegiatan mutu akademik ini, menurutnya, disebabkan tidak dilaksanakan proses penjaminan mutu secara internal dan eksternal di masing-masing perguruan tinggi dan tidak konsistennya dosen-dosen perguruan tinggi dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan belajar mengajar.
“Kita banyak temukan perencanaan itu baru disusun ketika akan ada proses assessment akreditasi dari BAN,” kata Illa Sailah dalam seminar penjaminan mutu Perguruan Tinggi di gedung pertemuan UC UGM. Illa menyebutkan 24 PT yang masuk daftar tersebut masih didominasi perguruan tinggi ternama.
Dia menambahkan, proses penilaian praktek baik PT dinilai dari kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan dengan adanya dokumen mutu, manual mutu, kebijakan mutu, SOP mutu dan formulir mutu, baik dilakukan di tingkat universitas, fakultas hingga program studi. “Dan itulah yang disebut praktek baik,” katanya.
llah mengaku tidak mudah menerapkan penjaminan mutu di perguruan tinggi. Kendati begitu, pihaknya terus mensosialisasikan pentingnya penjaminan mutu lewat perguruan tinggi bersangkutan dan kopertis di daerah. “Proses diseminasi masih terus kita lakukan. Kita menganjurkan setiap perguruan tinggi dengan dasar hukum yang sudah ada sekarang ini untuk segera menerapkan sistem penjaminan mutu baik internal dan ekternal,” ujarnya.
Penulis Buku “Konsep dan Strategi Inisiasi Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi” Prof. Ir. Toni Atyanto Dharoko, M.Phil, Ph.D., mengatakan konsep dasar penjaminan mutu di UGM meliputi tiga hal, pertama, program studi melakukan penjaminan mutu. Kedua, fakultas mengkoordinasikan pelaksanakan penjaminan mutu tingkat program studi dan ketiga, universitas menjamin bahwa fakultas dan prodi melakukan penjaminan mutu dengan benar dan sesuai rencana.
Untuk menjamin mutu sebuah pendidikan tinggi, sebaiknya dilakukan melalui evaluasi program studi berbasis evaluasi diri yang dilakukan oleh Ditjen Dikti. Kemudian proses akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dan Penjaminan mutu (quality assurance) oleh perguruan tinggi masing-masing. “Ketiganya disinergikan menjadi sistem penjaminan mutu perguruan tinggi,” katanya.