“Banyak yang tidak menyadari, hambatan kultural, mental atau psikologis seringkali menjadi kendala atau bahkan menjadi pemicu kegagalan dalam merintis usaha. Contohnya perasaan gengsi. Sebagai entreprenuer, kalau mau sukses harus bersedia terjun ke lapangan, bersedia menawarkan ini-itu. Bisnis tak akan berjalan kalau urusan gengsi menjadi pertimbangan utama.
Nasehat kewirausahaan itu disampaikan oleh salah satu relasi saya, pengusaha asli Indonesia yang memulai bisnis dari nol yang sekarang omsetnya sudah Rp 2,5 T per tahun.
Beliau menjelaskan, sindrom mentalitas itu terutama akan menjangkiti pengusaha pemula yang sebelumnya merupakan seorang profesional atau karyawan mapan. Biasanya ada perasaan gengsi untuk turun ke bawah.
Bayangkan, sebelumnya tiap hari pergi kemanapun selalu memakai mobil bagus, tiba-tiba harus naik taksi atau malah naik kendaraan umum tanpa memakai dasi. Lebih jauh hal ini bisa membuat yang bersangkutan menjadi minder bila bertemu teman atau relasinya sehingga merasa memulai usaha sebagai sesuatu yang amat berat dan menyiksa. Padahal orang lain belum tentu melihat penampilannya. Yang penting cara kerja dan kemampuannya.
Tingginya tingkat pendidikan sering menjadi hambatan mental untuk terjun ke lapangan. Misalnya ada seorang sarjana lulusan perguruan tinggi negeri terkemuka tiba-tiba kok akan berjualan bakso. Biasanya akan ditanya oleh orang tua atau lingkungannya, ‘kamu sudah sekolah tinggi-tinggi kok hanya jualan baso?’.
Cara berpikir seperti ini harus dihilangkan, harus diputarbalikkan. Mestinya berpikiran tak masalah jualan baso, yang penting bagaimana caranya agar bisa menjadi penjual bakso terbesar di sebuah kota dengan 40-50 armada.
Tapi kenyataannya memang seperti itu, masih banyak hambatan psikologis. Orang-orang kita kebanyakan nggak mau mulai dari yang kecil. Padahal kalau mau sukses kita harus berani mulai dari yang kecil”.
——————————————