Di tengah sulitnya penetrasi merek asing di bisnis pelumas, Shell Lubricant berhasil tumbuh baik di Indonesia. Mau tahu strateginya?
“It’s always about timing. If it’s too soon, no one understands. If it’s too late, everyone’s forgotten.” Kata-kata bijak dari penulis top dunia, Anna Wintour, ini memang cukup relevan untuk melihat kenyataan di dunia bisnis. Kepemilikan sumberdaya memang menjadi salah satu modal penting agar sukses di pentas bisnis, namun jangan lupa, faktor ketepatan dalam membidik momentum atau soal timing juga menjadi kunci yang krusial.
Tampaknya prinsip itu juga dijalankan dengan baik oleh pengelola bisnis pelumas Shell di Indonesa. Pengelola Shell Lubricant Indonesia (SHI) tampaknya sangat jeli dalam membaca momentum bisnis. Mereka tahu persis kapan saatnya harus tiarap dan kapan harus berdiri tegak dan berlari. Pada masa-masa sebelumnya, terutama sebelum tahun 2000, bisnis pelumas Shell tampak dikelola dengan pola yang sangat low profile. Mereka cenderung bergerak dengan tidak tampak di permukaan meski sebenarnya aktif mengarap pasar. Selain itu Shell di kala itu lebih fokus di bisnis B2B yang menjadi pasar utamanya. Pendekatan Shell ketika itu cenderung sabar dan lebih banyak bermain flinking strategy.
Namun pengelola Shell tampaknya sudah semakin yakin bahwa kini saatnya untuk lebih agresif dalam membidik pasar. Terlebi pemerintah Indonesia, melalui Keppres Nomor 21 Tahun 2001 sudah meliberalisasi pasar pelumas, sehingga pemain pelumas asing seperti Shell bisa lebih leluasa untuk mencoba menggeliat dalam mencari ceruk-ceruk pasar baru. Era monopoli pasar pelumas oleh Pertamina sudah berakhir. Bisa dimengerti kalau pengelola pelumas Shell di Indonesia makin aktf.
Di Indonesia, bisnis pelumas Shell berada dalam pengelolaan PT Shell Indonesia, khususnya pada unit bisnis pelumas (Shell Lubricant Indonesia = SLI). PT Shell Indonesia sendiri juga memiliki bisnis lain seperti bisnis upstream dan eksplorasi migas, bisnis SPBU, hingga bisnis bitumen aspalt. Khususnya di bisnis pelumas, manajemen SLI sudah meyakini bahwa saat ini merupakan momentum yang tepat untuk mendongkrak kinerja bisnisnya.
“Manajemen Shell Global meyakini potensi pasar pelumas di Indonesia sangat prospektif baik sekarang maupun masa depan, sehingga Indonesia bersama China dan India menjadi fokus untuk pertumbuhan pelumas Shell,” ungkap, Alex Marpaung, eksekutif Shell Indonesia yang bertanggung jawab pada manufacturing dan supply chain pelumas Shell di Indonesia. Dengan alasan itu, jangan heran, bila dalam lma tahun terakhir Shell lubricant tampak banyak melakukan manuver bisnisnya di Indonesia.
Dari sisi investasi sebut contoh, sejak 2013 SLI mulai melakukan penambahan investasi di Indonesia dengan membuat pabrik pelumas baru. Pabrik baru ini berlokasi di Marunda Center, Jakarta Utara, mulai dilakukan konstruksi pembangunan sejak 2012 dan selesai 2015 sehingga saat ini sudah aktif memproduksi berbagai varian pelumas. Investasi Shell tidak tanggung-tanggung karena pabrik ini dibangun di atas lahan seluas 75.000 m2 (setara dengan 10 kali lapangan sepakbola), dengan total nilai investasi tak kurang dari US$ 132 juta.
Dilihat dari sisi kapasitas produksi, pabrik baru ini mampu menghasilkan hingga 136 juta liter (120 ribu ton) pelumas setiap tahunnya, cukup untuk mengganti lebih dari 460.000 unit oli sepeda motor atau hampir 90.000 unit oli mobil per hari. Menurut Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian, Harjanto, pada saat peresmian pabrik ini, dengan kapasitas produksi sebesar 136 juta liter/tahun itu berarti pabrik pelumas Shell di Marunda ini merupakan pabrik pelumas terbesar di Indonesia – di Indonesia terdapat 20 pabrik pelumas.
Yang jelas pabrik baru di Marunda ini 100% kepemilikan dan pengoperasiannya berada di tangan Shell sehingga pihak Shell merasa akan lebh leluasa dalam melakukan kontrol dan pengembangan, termasuk kontrol kualitas produk. Semua proses dalam pabrik ini sepenuhnya djalankan melalui proses otomasi, dikendalikan para operator dari ruang kontrol pada setiap tahapannya. Selain itu, juga sudah dirancang untuk memenuhi standar keramahan lingkungan, termasuk soal penanganan limbah.
Sudah tentu, secara bisnis, keberadaan pabrik Marunda tersebut sangat bermakna bagi bisnis pelumas Shell di Indonesia. Pasalnya, sebelumnya, pelumas Shell yang beredar di Indonesia diimpor dari pabrik Shell di Singapura dan Malaysia. Hal ini bukan semata menandai keseriusan Shell dalam menggarap bsnis pelumas di Indonesia namun juga jelas menambah daya saing. Dengan pabrik yang berlokasi di Indonesia, dari sisi biaya produksi tentu akan lebih kompetitif sehingga harga akhir produk Shell bisa lebih bersaing. Selain itu, dari sisi kecepatan delivery ke jaringan distribusi dan pelanggan juga menjadi lebih baik dibanding sebelumnya. “Lead time dari order ke pemenuhan barang menjadi lebih pendek,” Alex Marpaung mengatakan.
Bukan hanya dari besaran investasi, dengan hadirnya pabrik itu, Shell bisa mengembangkan berbagai strategi ikutannya. Tunjuk contoh, kini Shell Lubricant bisa bermain pada produk yang semakin beragam. Bila pemain pelumas lain mungkin hanya berbisnis di oli untuk otomatif saja atau oli industrial saja, atau mungkin oli transmisi saja, maka SLI berani masuk di pasar yang beragam. “Diversifikasi produk kita cukup beragam,” sambung Alex.
Maklum, pabrik Shell di Marunda tersebut kini mampu memproduksi tak kurang dari 99 jenis produk pelumas. Dari sisi ukuran kemasan produk misalnya, pabrik Marunda mampu dan memang telah memproduksi pelumas dari ukuran ritel konsumen kemasan 1 liter hingga kemasan ukuran drum untuk industri, bahkan ada yang dalam bentuk 20.000 liter dalam kemasan tanki untuk pelanggan industri.
Pun demikian dari sisi segmen produk pelumas yang digarap, bisa leluasa mendiversifikasi produk pelumas sesuai fungsionalnya. Ada beberapa subbrand besar (varian) yang sejauh ini sudah dipasarkan Shell di Indonesia dimana masing-masing subbrand menyasar segmen fungsonal yang berbeda. Diantaranya, Shell Helix untuk pasar pelumas mesin mobil, Shell Advance untuk pelumas mesin motor, Shell Rimula menyasar pasar pelumas mesin kendaraan berat, Shell Spirax untuk jenis pelumas transmisi dan Shell Tellus khusus untuk pelumas hidraulik.
Beragam varian yang terakhir disebut makin aktif digenjot untuk menangkap pertumbuhan bisnis konstruksi, pembangkit listrik dan pertambangan yang di Indonesia juga berkembang baik. Tentu Shell Helix yang bermain di pasar pelumas mobil dan Shell Advance yang menyasar pelumas mesin motor juga serius dikembangkan karena populasi kendaraan di Indonesia yang terus tumbu signifikan.
Bahkan, seiring dengan berkembangnya sektor maritim di Indonesia dan animo pemerintah yang sedang aktif menggelorkan program tol laut, Shell juga makin aktif masuk di bisnis pelumas untuk sektor maritim.
Ya, tak salah, di antara beragam pelumas yang diproduksi saat ini, terdapat pelumas mesin kapal Shell Argina, Shell Gadinia dan Shell Melina. Shell Argina dan Shell Gadinia adalah tipkal pelumas mesin yang digunakan untuk mesin kapal berukuran kecil hingga sedang, mesin pembantu dan pembangkit listrik statis. Sedangkan Shell Melina, merupakan pelumas multifungsi yang diperuntukan bagi mesin diesel perkapalan berputaran rendah.
Secara umum, Shell kini bisa mengembangkan tiga channel bisnis pelumas. Yakni segmen business to business, segmen ritel dan segmen direct to costumer (OEM). Untuk B2B misalnya, Shell banyak melayani sektor mining, infrastruktur, dan konstruksi. Sedangkan untuk consumer misalnya penjualan ritel untuk motor dan mobil. Sedangkan untuk tipe direct to costumer, saat ini Shell memang menggarap langsung ntuk beberapa produk, khususnya untuk kalangan OEM. Tak kurang dar 20 perusahaan pelanggan besar dimana Shell melakukan direct selling. Channel pemasaran tersebut tentu juga terkait dengan tipe produknya karena Shell memang punya varian pelumas dari mulai pelumas untuk mesin, transmisi, gear, kapal, hidrolik dan masih banyak lagi.
Dari sisi cakupan pasar, sejak dua tahun terakhir Shell terus memperluas coverage pasar yang dijangkau. Sejarahnya pelumas Shell memang memulai dari pasar Jabodetabek, namun dari tahun ke tahun terus dikembangkan dan mulai masuk ke kota-kota besar. Nah, saat ini tahapannya Shell sudah lebih meluas lagi. “Bila dulu hanya di kota besar sekarang masuk ke kota-kota kecil,” Alex menjelaskan. Salah satu yang juga sedang ditekankan ialah pasar Indonesia bagian timur. Tak heran, untuk itu Shell juga memmeprbaharui dan menambah jalur distribusi.
Saat ini di Indonesia pelumas Shell sudah punya sekitar 200 distribution point tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mengambil barang dari central warehouse yang ditempatkan di Jakarta, Surabaya, Medan, Makasar dan Balikpapan. Untuk memperlancar distribusi dan penjualan, SLI juga sudah menjalin kerjasama dengan tak kurang dari 30 distrbutor di Indonesia. “Masing-masing channel kita pakai distributor yang berbeda, dan kita terus akan tambah untuk meningkatkan coverage,” lanjut Alex.
Untuk bisnis pelumas industri misalnya, SLI membagi dalam berbagai area pemasaran dan masing-masing dikelola oleh distributor yang berbeda. Contohnya untuk pasar Jakarta, SLI menunjuk dua distributor pelumas indusri, yakni
PT Sefas Keliantama dan PT Jodabo Sukses. Lalu, untuk pasar Jawa Timur, dipercayakan distributorhispnya ke
PT Adi Surya Sempurna dan PT Pancaputra Mitratama Mandiri. Sedangkan area pemasaran Sulawesi dan Maluku dikelola PT Cahaya Pengajaran Abadi, pasar Papua oleh PT Mahattama Maddara Abadi dan area Sumatera Utara dipercayakan ke PT Dinamika Lubsindo Utama. Distrbutor untuk pelumas marine (perkapalan) pun diserahkan ke perusahaan yang berbeda dengan distributor pelumas industri dan ritel.
Kini SLI aktif memperkuat kehadirannya di pasar-pasar yang potensial. Untuk pelumas marine, misalnya, guna menjamin keberlangsungan pasokan, SLI mendirikan beberapa pusat pasokan di berbagai pelabuhan utama di Indonesia. Pusat pasokan dihadirkan untuk melayani permintaan pelumas dari perusahaan perkapalan domestik dan internasional yang kapalnya sering bersandar di pelabuhan-pelabuhan tersebut.
Yang pasti, dijelaskan Alex, meski Shell aktif mengembangkan bisnisnya dengan menggandeng lebih banyak distributor dan subdistributor, namun manajemen SLI tetap melakukan pemantauan terhadap semua proses. “Kita kontrol sampai ke end costumer walaupun kita menjualnya melalui para distributor. Tidak kita lepas bergitu saja,” terang Alex. Maklum, semua distributor tersebut menjual produk Shell dan nama merek Shell yang dipertaruhkan sehingga harus dipastikan semua pelayanan dan produk sampai dengan konsumen akhir dengan baik.
Karena itu pula, upaya mengembangkan bisnis pelumas Shell juga diimbangi dengan pengembangan SDM baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas, karena bisnis pelumas Shell terus berkembang, apalagi setelah mendirikan pabrik baru – maka jumlah personal yang menangani bisnis pelumas juga ditambah. Saat ini tak kurang dari 150 orang pada tim yang khusus mengelola divisi bisns pelumas. “Untuk SDM pabrik, di plant Marunda jumlah pekerja sangat sedikit karena semua serba otomatis,” katanya.
Yang diperbanyak anggota tim, justru pada bagian pelayanan dan penjualan, seiring dengan jumlah coverage yang juga dikembangkan. Contohnya untuk segmen ritel, karena bengkel dan workshop mobil dan motor yang dilayani terus bertambah, otomatis juga membutuhkan dukungan SDM yang cukup untuk mengontrol dan membina outlet-outlet tersebut.
Masih dari sisi SDM, untuk meningkatkan kompetensi SDMM, Shell mengembangkan SDM dengan memberi kesempatan karyawan untuk mengikuti berbagai pelatihan baik di dalam negeri ataupun luar negeri. Selain pelatihan dalam kelas, juga melalui pelatihan dalam bentuk penugasan atau on the job. Karyawan dilibatkan dalam berbagai aktivitas yang bisa menambah kompetensi dan pengetahuannya, misalnya diberi kesempatan mengerjakan tugas dan peran baru atau pada proyek baru yang menantang.
Yang juga tak kalah penting, mengembangkan budaya kerja. SLI sangat concern dengan pengembangan budaya kerja. Dalam hal ini SLI tidak hanya hanya melibatkan karyawan dalam membangun budaya kerja, namun juga keluarganya. Contohnya ketika mengembangkan budaya safety yang di Shell amat ditekankan, maka anggota keluarga karyawan (istri dan anak) diajak untuk melihat pabrik pelumas Shell seperti apa cara kerjanya sehingga keluarga diharapkan bisa mendukung.
Bahkan perusahaan memberikan gimmick hadiah kalau ada anggota karyawan yang lapor telah melakukan langkah safety di rumah. “Kita beberapa kali memberikan hadiah karena ada istri karyawan yang posting bahwa ia telah melakukan langkah safety, misalnya membantu tetangga yang ada masalah soal safety pintu rumah. Ada juga yang diberikan hadiah karena ada seorang istri ang inovatif, melakukan langkah safety dengan menutup colokan listrik yang tadinya rawan terpegang anak-anak. Ini bagian dari membangun budaya perusahaan safety,” kata Alex. Shell juga sering melibatkan keluarga karyawan dalam gathering untuk membangun budaya yang kondusif bagi perusahaan.
Budaya berkembang dan maju bersama ini juga dijalankan Shell ketika berhubungan masyarakat di sekitar pabrik Marunda. Untuk itu Shell mencoba membina masyarakat sekitarnya. Contoh rielnya, SLI bekerjasama dengan Pusdakota (Pusat Pemberdayaan Komunitas Perkotaan) dari Universitas Surabaya, menyelenggarakan program DESA BERSEMI (Bersih, Sehat, Mandiri). Lokasinya di dua desa di wilayah pabrik Marunda, yakni di Segaramakmur dan Pantaimakmur.
Dijelaskan oleh Sri Endah, External Relation Manager (Downstream Business) Shell Indonesia, melalui program ini, Shell ingin meningkatkan inisiatif masyarakat dalam membangun pemukiman yang bersih, sehat, ramah lingkungan dan produktif. “Program ini melatih masyarakat di dua desa tersebut dengan beberapa kegiatan seperti membuat kompos dari sampah di sekitar mereka, membangun rumah kompos, mendirikan bank sampah yang memungkinkan warga menukar sampahnya dengan sejumlah uang yang akan disimpan di tabungan mereka, menumbuhkan tanaman obat dan sayuran, dan membuat kerajinan tangan dari sampah,” ungkap Sri Endah. Dalam hal ini, yang dilatih ialah kader-kader di dua desa tersebut yang jumlahnya sekitar 60 orang.
Yang tak kalah penting, sebagai bagian dari cara Shell Lubricant untuk terus tumbuh, berusaha mendengarkan dan menerima masukan para mitra dan pelanggan untuk pelanggan. “Kita rutin melakukan survey secara formal, quarterly, tiga bulanan, untuk melakukan tracking kepuasan pelanggan dan mitra kita sekaligus mendapatkan masukan-masukan kita untuk perbaikan. Ini sangat penting bagi kami untuk bisa terus melakukan improvement,” lanjut Alex.
Dari sisi manajemen transportasi dan distribusi, misalnya, dari waktu ke waktu SLI juga terus mencari titik optimum agar distribusi pelumas ke end costumer semakin efektif dan efisien. Walapun masing-masing jenis pelumas didistribusikan oleh distributor yang berbeda, namun dari sisi manajemen transportasi dan pengiriman tetap bisa dibuat titik optimum dari sisi efektifitas dan efisiensi. Oleh karena itu pihakhnya juga menggunakan bantuan teknologi route mapping atau route planning untuk mendapatkan titik optimum tersebut, sehingga fungsi koordinasi dan sinergi dalam distribusi sangat penting.
Dari sisi produksi pun optimalisasi pun tetap dilakukan upaya pengejaran titik optimum. Saat ini pabrik Marunda sudah mampu memproduksi 80% pelumas Shell yang beredar di Indonesia. Sekitar 20% masih diproduksi dari tempat lain baik dari pabrik Shell di luar negeri maupun pabrik milik pihak lain melalui kerjasama toll manufacturing. “Masih ada 20% yang belum diproduksi di Marunda, ini berkaitan dengan strategi, teknologi dan fokus,” kata Alex. Beberapa produk tertentu akan lebih efektif bila tidak diproduksi di Marunda sehingga pabrik Marunda bisa fokus pada produk yang di Indonesia punya daya saing lebih tinggi. Di Asia Pacific, Shell punya 18 pabrik dimana Alex Marpaung memang menjadi bagian dari tim Asia Pacific dan ditugaskan memimpin manajemen supply chain pelumas di Indonesia.
Alex dan timnya di SLI sejauh ini merasa perkembangan bisnis pelumas Shell di Indonesia sudah on the track. Setidaknya bila melihat utilisasi kapasitas pabrik Marunda yang meningkat semakin pesat. Pabrik pelumas terbesar di Indonesia dengan kapasitas 136 juta liter (120 ribu ton) per tahun ini dalam dua tahun ini utilsasinya sudah meningkat dar 50% menjadi 80%. Jelas, sebuah proses yang terbilang cepat untuk pabrik sebesar tersebut.
Dari sisi kinerja market, Shell juga makin meroket kinerjanya. Saat ini di Indonesia terdepat 250-an pemain pelumas yang terdaftar. “Kita ada di peringkat satu untuk international brand di Indonesia,” kata Alex. Yang dimaksud Alex, tentu saja, untuk total pasar masih Pertamina sebagai local brand yang menjadi market leader. Pertamina sendiri memiliki share sekitar 50%, sisanya diperebutkan pemain lain.
Menurut penuluran penulis dari data asosiasi pelumas dan biro riset, saat ini market share Shell dikisaran 12-13 %. Memang pertumbuhan market share Shell terbilang meningkat dengan tahapan yang lebih konsisten mengingat 10 tahun lalu, market sharenya masih di kisaran 3%. Dari sisi portofolio penjualan, bila awalnya Shell cenderung kuat di pasar industri, sekarang pasar otomotif juga makin baik pertumbuhannya. “Portofolio kita cukup berimbang,” kata Alex. Untuk pasar industri, Shell sangat kuat di segmen pelumas untuk industri pertambangan, perkapalan dan pembangkit listrik.
Pangsa pelumas otomotif Shell juga semakin tumbuh, saat ini diperkirakan sudah mengontribusi 30% penjualan SLI. Manajemen SLI tampaknya tak ingin menyia-nyiakan pasar kendaraan bermotor di Indonesia yang pertumbuhannya mencapai 1,1 juta unit per tahun. “Saat ini Shell sudah mampu melayani pelumas untuk 400.000 sepeda motor dan 90 ribu mobil per tahun,” jelas Alex tentang realisasi penjualan pelumas otomotif. Tentu kedepan pasar pelumas otomotf Shell ini akan bertumbuh makin pesat meningat penjualannya bisa disinergikan dengan SPBU Shell yang kini sudah punya 79 lokasi di Indonesia.
Asnan Furinto, pemerhati bidang manajemen yang juga Dosen Manajemen Strategis, Bina Nusantara University, melihat Shell berhasil memanfaatkan momentum relaksasi regulasi di sektor pelumas. “Pertamina mendominasi bisnis pelumas selama bertahun-tahun di era Orba, sampai di tahun 2001 terbit Perpres yang membuka peluang bagi produsen lain untuk masuk ke bisnis pelumas. Shell memiliki first mover advantage dengan menjadi pemain asing pertama yang membuka SPBU di tahun 2005 sebelum diikuti oleh Total dan Petronas. Peran SPBU sangat strategis sebagai jalur distribusi ritel dalam bisnis pelumas di Indonesia,” analisa Asnan.
Asnan menunjuk data Kementerian Perindustrian yang menyebutkan tak kurang dari 200 merek pelumas yang diproduksi di 20 pabrik di Indonesia. “Pasar pelumas bisa dikatakan sudah crowded, namun mayoritas pemain ini tidak memiliki jaringan SPBU. Di sinilah keuntungan Pertamina dan Shell, sehingga tidak heran jika kedua pemain ini menguasai pangsa pasar hingga hampir 80%. Shell juga berinvestasi jangka panjang di pasar Indonesia dengan mengoperasikan pabrik baru di di Bekasi, Jawa Barat. Hal ini juga menjadi pembeda dari pemain pelumas lainnya,” lanjut Asnan. Yang bisa dicontoh pemain lain dar Shell, komitmen manajemen yang kuat dan proses yang sistematis untuk secara bertahap menambah tingkat kandungan lokal dan investasinya.
Asnan melihat strategi Shell yang berani investasi besar cukup wajar karena potensi pertumbuhan pasarnya memang besar. Apalagi jika nanti Kementerian Perindustrian benar-benar menargetkan wajib SNI bagi produk pelumas mulai tahun 2018, makak posisi Shell akan lebih kompetitif. Dalam pandangan Asnan, manajemen Shell sangat piawai memanfaatkan strategi kemitraan strategis dan strategi pertumbuhan multidimensi. Untuk segmen ritel, selain pemasaran melalui SPBU, Shell juga menjalin kemitraan dengan jaringan bengkel ASCO (Agen Pemegang Merek Daihatsu) untuk menggunakan pelumas Shell di kendaraan bermotor yang dirawat ASCO. Untuk segmen korporat atau industri, Shell menggandeng perusahaan pertambangan PT Pamapersada Nusantara untuk menggunakan pelumas Shell dalam perawatan alat-alat beratnya.
“Selain kemitraan, Shell menggunakan strategi pertumbuhan tiga lapis,” tunjuk Asnan. Di lapis pertama, Shell melakukan geographic development, dengan membidik perluasan pasar pelumas ke kawasan Indonesia Timur yang tumbuh pesat salah satunya karena banyak percepatan pembangunan proyek pembangkit listrik. Di lapis kedua, Shell melakukan sector diversification, dengan masuk ke penyediaan pelumas untuk peralatan di sektor tambang, listrik, semen, kebun kelapa sawit, serta pulp dan kertas. Jadi Shell tidak melulu mengandalkan pasar di sektor ritel otomotif saja. Di lapis ketiga, Shell melakukan product customization untuk memenuhi kebutuhan pelumas dengan karakteristik khusus sesuai kebutuhan industri tertentu.
Jelas, kiprah bisnis pelumas Shell tentunya bisa menjadi pelajaran bermakna. Ya, sebuah pelajaran tentang kesabaran dalam menunggu momentum yang tepat untuk tancap gas, tentang ketepatannya dalam membidik segmen industrial (B2B) sebagai pijakan pertamanya untuk survive, serta tentang komimen dan keyakinannya untuk berinvestasi demi kepentingan jangka panjang.