Tak selamanya bisnis migas identik dengan keuntungan petrodolar yang berkelimpahan. Tak ubahnya bisnis lain, di bisnis migas pun terkadang harus berhadapan dengan siklus menurun. Yang repot kalau di saat siklus menurun itu, berbarengan kondisi internal perusahaan juga sedang bermasalah. Jadinya, sudah jatuh tertimpa tangga.
Persoalan seperti itu juga dialami oleh PT Elnusa Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang jasa migas dengan klien kalangan perusahaan-perusahaan pemilik konsesi blok tambang minyak dan gas. Sejak lima tahun lalu perusahaan ini menghadapi tantangan berat. Betapa tidak, secara makro, industri migas sedang tidak kondusif. Pertama, harga minyak dunia cenderung turun. Kedua, khusus untuk Indonesia, produksi migas di Indonesia tiap tahun turun sekitar 3-5%. Kue pasar bagi industri jasa migas makin kecil. Tak tak terlalu salah bila ada yang mengatakan industri migas di Indonesia sebagai sunset industry.
Bagi Elnusa, kompleksitas persoalannya bertambah pada sekitar lima tahun lalu karena ada persoalan internal yang juga harus dihadapi. Tahun 2010 misalnya, Elnusa sempat terkena pukulan telak karena deposito miliknya yang dsimpan di sebuah bank swasta lenyap dari rekening. Jumlah deposito itu sebesar Rp 111 miliar. Jelas itu pukulan telak karena itu nilainya sama dengan keuntungan dari kerja keras selama setahun. Tak heran, pada tahun 2011 misalnya, kinerja keuangan PT Elnusa Tbk memerah. Tahun 2011 Elnusa mencatat rugi bersih sebesar Rp 42,77 miliar.
Ada persoalan akuntabilitas yang kurang kondusif dalam pengelolaan perusahaan pada masa-masa sebelumnya. Perusahaan sepertinya menghasilkan pendapatan yang besar, namun ternyata didapat dari penjualan beberapa aset perusahaan. Bukan karena kinerja operasional bisnisnya yang kinclong. Yang terjadi, pencaiapain operasional bisnis justru menurun. Puncaknya terjadi ketika deposito perusahaan lenyap yang mengakibatkan perusahaan goyah dan menjadi boom waktu yang meledak.
Beruntung sejak empat tahun terakhir Elnusa memiliki CEO yang berkomimen kuat untuk melakukan pembenahan dan penyehatan perusahaan sehingga kinerja Elnusa bisa terselamatkan. Tahun 2011 sampai awal 2014, Elnusa dimpin Elia Massa Manik yang mulai melakukan turn around dan dilanjutkan sejak setahun terakhir oleh Syamsurizal Munaf yang mulai menjabat Mei 2014. “Pak Massa Manik sudah melakukan tugasnya dengan luar biasa. Namun tantangannya masih banyak, agar perusahaan ini lebih sehat. Sekarang ini adalah year of development,” jelas Syamsurizal, Presdir Elnusa yang sebelumnya menjabat Director and Chief Financial Officer PT Medco Energi Internasional Tbk itu.
Sekedar mengilas, bisnis utama Elnusa ialah penyedia jasa hulu migas, termasuk di dalamnya ialah jasa drilling untuk sumur-sumur minyak. Klien utamanya tentu saja kalangan peruhaan pemilik konsesi tambang minyak dan gas. Namun selain itu, Elnusa juga memiliki bisnis lain seperti bisnis transportasi bahan bakar (Fuel Transportation Business), bisnis depo bahan bakar (Fuel Depo Business), bisnis manajemen data digital dan fisik migas, bisnis jasa EPC, OCTG dan fabrikasi, serta bisnis Geo Data & Geo IT.
Secara garis besar, strategi yang ditempuh oleh Rizal — begitu Syamsurizal biasa dipanggil — dan timnya merupakan upaya untuk membereskan dari persoalan-persoalan yang diwariskan pada era lampau. Strategi itu, meliputi, memperkuat tatanan operasional, melakukan reorganisasi, meningkatkan fungsi pengendalian internal, dan melakukan evaluasi dan redefinisi seluruh produk dan jasa yang disediakan. Termasuk di dalamnya meningkatkan fungsi mitigasi risiko perusahaan .
Salah satu contoh yang cukup penting, dalam hal reorganisasi bisnis untuk menciptakan model organisasi yang lebih pro pelayanan. Rizal dan timnya mempertajam fungsi matrik dalam bisnis Elnusa. Dijelaskan Rizal, di Elnusa dikenal ada kepala fungsi lini bisnis (business line) dan kepala area. Kepala fungsi lini dibagi dan dibedakan oleh jenis bidang bisnis jasa yang digarap, misalnya kepala bisnis jasa drilling, kepala bisnis jasa seismic, jasa EPC, dan lain-lain. Ada yang membawahkan jasa Hydraulic Workover & Snubbing, jasa Coiled Tubing, Well Stimulation & Pumping, jasa Well Testing & Slickline, jasa Operation & Maintenance dan jasa Special Group Services. Mereka tak ubahnya sebuah unit bisnis yang punya jasa tersendiri.
Sedangkan Kepala Area dibagi sesuai zonasi yang ditetapkan oleh manajemen, yakni West Area (Sumatera), Area Tengah (Jawa Madura, Bali dan pulau-pulau terpencil) serta East Area (Indonesia Timur). Di setiap area, kata Rizal, dikepalai seorang GM. Sedangkan fungsi lini bisnis dikepalai selevel Head of Department. Penanggungjawab dari semua fungsi-fungsi lini itu ialah seorang managing director. “Fokus mereka harus bisa mendeliver high quality service,” kata Rizal yang membawahkan 1376 orang karyawan ini.
Seorang GM area, kata Rizal, ia harus punya kapabilitas dari A sampai Z sehingga bisa menjual solusi kepada klien di areanya. Mereka tak ubahnya sebuah organizer atau arranger untuk melayani perusahaan minyak di areanya masing-masing. “Tugas mereka melakukan strong bounding dengan pelanggan di areanya. Nanti kalau ada perlu tambahan jasa dari klien di areanya, maka ia bisa kontak ke line manager di pusat,” kata Rizal.
Model kerja organisasi matrik inilah yang diintensifkan dalam era pengembangan Elnusa yang dilakukan Rizal dkk untuk memperbesar bisnis. Sebulan sekali para kepala lini bisnis dan kepala area dikumpulkan untuk melaporkan perkembangan kinerja masing masing. “Ada pendekatan baru yang kita introdusir ke mereka. Dulu-dulu mereka hanya fokus jualan, sekarang tidak. Mereka harus melihat divisinya dalam kacamata unit bisnis tersendiri yang sadar rugi-laba, sehinga harus faham betul dalam mengelola biaya, pemasukan, dan lain-lain sehingga bisa memastikan bahwa unit bisnisnya memang untung dan memberikan kontribusi,” sebut Rizal yang memang ahli di bidang keuangan ini.
Biasanya, sambung Rizal, saat para kepala area dan kepala unit bisnis melakukan presentasi terhadap perkembangan unit bisnisnya, tim direksi mengarahkan, mengoreksi dan memberi masukan. Sebulan sekali mereka kumpul untuk mempresentasikan kondisi unit bisnisnya. “Tugas kita direksi di pusat bukan pada eksekusi, namun mendorong mereka dan menunjukkan jalan agar mereka bisa mencapai tujuan dan target. Termasuk bagaimana dalam mengelola biaya-biaya dan pendapatan. Ketika mereka akan ekspansi dan butuh ketemu mitra yang level tinggi, tugas direksi untuk membantu memfasilitasi sehingga bisa terjadi kerjasama,” ungkap Rizal.
Diakui Rizal, untuk bisa menjalakan fungsi-fungsi itu memang butuh SDM yang handal. Tak heran, dalam era transformasi dan pengembangan yang dijalankan timnya, pembenahan dari sisi human capital merupakan komponen paling penting. “Elnusa ini perusahaan servce. Yang dijual bukan modal atau equiment, namun orang yang berkualias dan mampu menjalankan pekerjaan. Karena itu tugas kita bagaimana mendevelop orang,” ungkap Rizal yang pernah berkarir di Nippon Steel itu.
Ditambahlan oleh Hilmy, Direktur HRD Elnusa, dalam rangka pengembangan Elnusa, pihaknya juga terus meningkatkan fungsi HR. Fungsi-fungsi HR seperti performance management, talent management, reward management, juga mulai aktif dijalankan secara konsisten. Misalnya dalam penilaian karyawan, tidak ada istilah sama rasa sama rata. “Semua sudah dijalankan based on performance dengan konsisten,” kata Hilmy.
Rizal menambahkan, pengembanan SDM dan penataan organisasi bagian dari peningkatan capacity building Elnusa. “Kita semua sepakat dan fokus bagaimana agar revenue bisa tumbuh. Tentu untuk itu butuh tambahan kapasitas. Kalau mesin organisasi tidak ditata, bagaimaa mungkin bisa menaikkan kapasitas? Di perusahaan manufaktur, untuk meningkatkan kapasitas, mungkin cukup dengan instal tambahan mesin baru, namun untuk perusahaan jasa, harus meningkatkan kualitas dan kuantitas orangnya serta harus lebih akuntabel,” tambah Rizal.
Intinya, para kepala unit bisnis dan kepala area harus dipastikan bahwa mereka memiliki tim terbaik yang siap membantu mereka untuk mengembangkan unitnya. Selain itu juga didukung oleh peralatan produksi (tool) yang memadai. Tahun 2014 lalu, misalnya, Enlusa melakukan penguatan bisnis dengan merevitalisasi alat pada bisnis Coiled Tubing dan Slickline.
Tak hanya itu, sebagai bagian dari reorganisasi dan revitalisasi bisnis, manajemen Elnusa juga melakukan mapping bisnis. “Hasil evauasi kita, Elnusa punya kompetensi yang sudah setara dengan perusahaan service migas kelas dunia untuk kategori conventional technology. Namun untuk high tech, kita masih perlu pengembangan. Inilah yang sekarang aktif kita genjot untuk pengembangan,” kata izal.
Untuk menangani proyek driling pada sumur-sumur minyak yang konvensional, Elnusa tak mengalami masalah. Namun ketika kompetensinya masih perlu dipertajam ketika menggarap sumur-sumur minyak yang tingkat kesulitannya tinggi (abnormal well). Karena itu Elnusa melakukan aliansi strategis dengan perusahaan-perusahaan dunia untuk transfer knowledge, misalnya dengan Schlumberger dan Baker Huges. Elnusa dan perusahaan multinasional itu bergabung untuk menggarap bisnis migas bersama. “Kedua pihak menikmati keuntungan dari kerjasama. Mereka mendapatkan revenue karena alat mereka kami pakai, sedangkan kita juga mendapatkan revenue dan tambahan knowledge karena memakai alat-alat yang high tech sehingga kuliatas SDM Elnusa terupgrade,” sebut Rizal.
Jangan lupa, salah satu aspek yang menjadi fokus utama pembenahan Elnusa ialah aspek pengendalian internal dan mitigasi resiko bisnis. Aspek ini menjadi penekanan karena pada waktu-waktu sebelumnya Elnusa sempat memiliki titik lemah pada aspek ini. “Kita sempat revenue naik terus, namun kok tidak pernah untung. Ini ada strategi pengendalian biaya yang kurang pas,” kata Rizal.
Tak heran, pihaknya kini sangat concern dengan aspek pengendalian baik dari sisi keuangan maupun operasional. Dalam mengelola uang, kini lebih teliti dan selalu melihat detil cashflow dan bottomline. Manajemen biaya dan pengeluaran dilakukan lebih cermat. “Jangan senang dulu penerimaan ini-itu naik, namun harus dilihat ujungnya, bagaimana bottom line, bisnisnya untung tidak? Disiplin ini yang kita komunikasikan ke tim untuk memastikan bahwa bisnis berjalan dengan sehat,” tambah Rizal,
Memang, dari sisi keuangan, ada beberapa pembenahan strategi yang dilakukan. Contohnya dalam kebijakan alokasi uang untuk investasi. Bila pada era lampau manajemen Elnusa cenderung berani melakukan investasi, termasuk dalam proyek yang punya unsur spekulasi tinggi, maka saat ini polanya lebih prudent. “Kita hanya akan invest untuk bisnis yang proyek dan kontraknya sudah jelas, tidak mau spekulatif pada proyek yang tingkat keberhasilnnya masih belum jelas,” Rizal menegaskan. Jelas, strategi itu bagian dari mitigasi resiko bisnis.
Bila diamati, dalam hal mitigasi resiko dan pembenahan proses menjadi prioritas. Contohnya dalam pemanfaatan teknologi, Elnusa juga meningkatkan absorsi teknologi terkini untuk memperbaiki proses dan transoparansi bisnis. Tahun 2014 lalu, misalnya melakukan upgrade aplikasi bisnis utama yang dimilikinya dari SAP R/3 versi 4.6C menjadi SAP ECC 6 (MySAP). Upgrade ini bukan hanya sekedar menaikkan versi ke yang lebih baru tetapi naik beberapa tingkat ke versi SAP yang paling update.
Tak hanya itu, untuk mengikuti perkembangan TI yang mengarah pemakaian teknologi komputasi awan (cloud Computing), aplikasi versi baru juga sudah berjalan di “virtual server” dari yang sebelumnya berjalan di “physical server.” Yang menarik, seluruh proses menggunakan sumber daya internal perusahaan.
Dari sisi pemasaran, selama ini Elnusa memperoleh pendapatan melalui proses tender. Untuk bisa terus berkompetensi, Elnusa juga melakukan redefinisi yang lebih cermat produk-produk (servis) yang diberikannya, melakukan pengelompokan ulang, dan juga pemetaan sektor mana yang harus diperkuat. Khususnya di bidang jasa penunjang hulu yang menjadi core business Elnusa. Saat ini bidang jasanya sudah digrouping sesuai bidang yang digarap. Mulai dari jasa Hydraulic Workover & Snubbing, jasa Coiled Tubing, Well Stimulation & Pumping, jasa Well Testing & Slickline, jasa Operation & Maintenance dan jasa Special Group Services. Tentu masing-masing ada sub lini bisnis yang juga dijalankan oleh tim-tim yang terpisah.
Dengan gabungan strategi redefinisi layanan dan penguatan proses internal, termasuk pengelolaan keuangan dan strategi investasi yang cermat, terbukti Elnusa bisa berkembang sebagai perusahaan yang keuangannya lebih kokoh. “Kami ingat tahun lalu, karena bisnis migas memang sedang sulit, banyak perusahaan sejenis yang tutup dan nggak bisa mengerjakan proyeknya karena kesulitan modal untuk menjalankan proyek. Kita justru sebaliknya, karena keuangan kita aman, kita menerima limpahan pekerjaan,” ungkap Rizal.
Salah satu hasil yang paling kentara, saat ini secara teknikal kondisi Elnusa bebas hutang. “Technically debt free bukan berarti kita tak punya hutang. Kita punya hutang, namun aset dan kas kita sangat aman untuk melunasi hutang bila terjadi kondisi yang tidak diinginkan,” sebut Rizal. Bila dilihat laporan keuangannya, Elnusa sudah mampu membiayai sendiri modal kerjanya karena posisi kas dan setara kas pada tahun 2014 sebesar Rp 1,1 triliun jauh lebih tinggi dari total hutang yang dimiliki yaitu sebesar Rp 435,7 miliar.
Ada trend efisiensi proses yang berujung pada penghematan biaya-biaya. Ini tercermin dari penurunan dari beban pokok pendapaan, beban usaha, dan beban keuangan selama 2013 ke 2014. Beban pokok perusahaan turun dari Rp 3,465 trilun menjadi Rp 3,461 triliun. Beban usaha turun Rp 353,5 miar menjad Ro 335 miliar. Dan beban keuangan turun Rp 53,9 miliar menjadi Rp 33,8 miliar. Hal ini juga tercermin dari pencapaian laba bersih Elnusa yang tahun 2014 lau bisa mencapai Rp 412,4 miliar, atau tumbuh sebesar 73,2% dibanding laba bersih tahun buku 2013 yang mencapai Rp238,1 miliar.
Jelas, hal itu merupakan prestasi yang menarik karena pencapaian itu merupakan rekor terbaru laba bersih konsolidasi tertinggi Elnusa dalam lima tahun terakhir. Wajar pula bila saham Elnusa (ELSA) meroket (terapresiasi lebih) dari 100% yakni dari Rp 330 per lembar saham pada awal tahun 2014 menjadi Rp 685 pada akhir tahun 2014.
Dari sisi kinerja operasional, meski secara makro, bisnis migas sedang lesu, Elnusa masih bisa mempertahankan tingkat revenue-nya. Tahun 2014 lalu revenue Elnusa menyentuh Rp 4,2 triliun, atau masih bisa naik 2,7% dari tahun sebelumnya. Pendapatan tersebut berasal dari tiga segmen bisnis, yaitu jasa hulu migas terintegrasi, jasa hilir migas dan jasa penunjang hulu migas. Kontributor utama pendapatan Perseroan berasal dari segmen jasa hulu migas terintegrasi sebesar 58,1%, diikuti oleh jasa hilir migas sebesar 36,7% dan sisanya berasal dari jasa penunjang hulu migas.
Kedepan, kata Rizal sendiri meyakini masih banyak peluang yang bisa digarap Elnusa untuk memperbesar bisnisnya. Selain dengan cara ekspansi ke luar negeri, juga masuk di ceruk-ceruk jasa baru. Maklum, praktis saat ini Elnusa belum masuk di bisnis energi baru dan energi terbarukan. Di era Indonesia yang mengalami krisis energi seperti saat ini, posisi Elnusa sebagai jasa penunjang sektor energi akan tetap sangat dibutuhkan.