Pertumbuhan software lokal di Indonesia masih malu-malu kucing. Belum terlalu menggembirakan. Penyebabnya bukan pada kemampuan programmer lokal untuk membuat software kelas dunia yang bisa diandalkan, namun lebih pada kesempatan pasar. Masih sangat disayangkan, saat ini dunia usaha dan pemerintah masih didominasi mindset software asing. Ada perasaan inferior complex bila tidak menggunakan software asing. Padahal dari sisi kehandalan produk, produk lokal sudah sejajar dengan asing. Dan dari sisi harga, jauh lebih efisien.
Lebih dari itu penggunaan software lokal berarti memberdayakan dan membangun industri software nasional dan mengembangkan SDM TI Indonesia. Namun sayang seribu sayang, baik dunia bisnis maupun pemerintah masih setengah hati mendukung. Paling gampang bisa dilihat dari tender-tender pengadaan pemerintah dan BUMN, bukan hanya mindet mereka masih didominasi dengan software asing, bahkan untuk implementornya pun mereka masih memenangkan konsultan asing. Sebuah ironi, tragedi dan amat sangat memprihatinkan.
Oleh sebab itu sangat wajar bila banyak kalangan mendesak pemerintah didesak agar memberikan dukungan riel terhadap perkembangan industri software lokal agar tak kalah di negeri sendiri. Desakan tersebut disampaikan sejumlah elemen masyarakat yang selama ini peduli terhadap perkembangan industri teknologi informasi di tanah air.
Indonesia memiliki sumber daya dan kemampuan untuk unggul dalam pengembangan software atau piranti lunak bidang kebudayaan, pendidikan, pariwisata, dan e-government yang mendunia. Namun, sampai saat ini kebijakan di dalam negeri belum mendukung sepenuhnya potensi yang mulai dikembangkan anak-anak bangsa tersebut untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Praktek yang selama ini terjadi dimana pemakaian piranti lunak oleh institusi pemerintah yang sampai saat ini ditengarai masih mengarah kepada produk-produk asing mestinya segera diakhiri. Kalau produk yang Indonesia bisa membikin sendiri saja tidak mau pakai, bagaimana dengan produk lain yang lebih sopisticated? Ini memang butuh keberanian pemerintah, bukan sekedar janji.
Pemerintah mesti membuktikan komitmenna untuk memakai piranti lunak karya anak bangsa. Tanpa itu, perkembangan industri kreatif dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri hanya akan menjadi pepesan kosong.
Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia berkali-kali juga mengatakan pemakaian software asing tidak mungkin dilarang di Indonesia karena sekarang telah masuk pada era pasar bebas. Tetapi pemerintah dapat melakukan dukungan secara sistem untuk mendukung tumbuhnya pemakaian software dalam negeri. Hal ini juga dilakukan negara lain yang ingin memajukan industri lokal Seperti di Filipina, perusahaan software asing bisa masuk, tetapi dikenai pajak lebih mahal sebesar 30 persen. Sebaliknya, jika menggandeng patner perusahaan lokal hanya dikenai pajak sekitar tiga persen. Pemerintahnya ingin ada transfer keahlian dan ilmu dari masuknya sofware asing di negara itu. Kebijakan seperti itu kan sebagai wujud dukungan yang nyata. Di Indonesia, masih baru sebatas wacana, belum pada dukungan nyata.
Keberpihakan untuk memakai software Indonesia itu jangan diartikan sebagai belas kasihan. Ini bagian dari membangun industri dalam negeri yang menjadi tugas pemerintah. Untuk mendukung keunggulan sumber daya pengembangan software Indonesia yang sudah ada, utamanya harus dijadikan tuan rumah dulu di negeri sendiri.
Banyak sekali software buatan Indonesia yang bahkan sudah diakui di negara lain, namun sayang di Indonesia malah masih disepelekan. Keprihatinan soal dukungan pemerintah yang setengah hati kepada priranti lunak dalam negeri itu mengemuka terkait dengan adanya dugaan tender software di sejumlah instansi dan BUMN yang kini kebanyakan masih dimenangkan ke software asing.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan pemerintah yang mestinya membuat dukungan riel, lalu siapa lagi yang mesti yang mesti berbuat nyata. Dukungan pemerintah akan terasa lebih impactfull karena akan dibantu kekuatan regulasi. Dalam ini memang dibutuhkan komitmen nyata dari pemerintah, bukan sekedar janji yang tak kunjung datang setelah bertahun-tahun dinanti.