Tak diragukan lagi, Starbucks Corporation adalah perusahaan kedai kopi terbesar di dunia. Ini memiliki lebih dari 20.891 toko di 62 negara dengan hampir 13.000 di antaranya di Amerika Serikat saja. Perusahaan memiliki pendapatan lebih dari $ 14 miliar mempekerjakan lebih dari 170.000 orang di seluruh dunia. Tak ada salahnya kita BELAJAR DARI SUKSES STARBUCK yang sudah mendunia.
Di Indonesia, jaringan Starbuck juga ada di mall-mall besar di Indonesia. Bahkan sejumlah mall ada tiga outlet Starbuck di dalam mall itu. Misalnya di Mall Kelapa Gading, Mal Plaza Senayan dan Grand Indonesia yang disana masing-masing ada tiga outlet Starbuck dalam satu mall.
Starbucks dimulai oleh tiga mantan mahasiswa Universitas San Francisco bernama Jerry Baldwin, Zev Siegl dan Gordon Bowker. Pada awalnya rencana bisnis mereka adalah menjual biji kopi dan peralatan pemanggangan berkualitas tinggi, namun tidak menyangka dan tidak punya harapan kesuksesan yang besar dari bisnis kafe kedepan.
Toko kafe pertama Starbucks pertama dibuka pada 30 Maret 1971 di Seattle, Washington. Toko pertama mereka berlokasi di 2000 Western Avenue dan menjual kopi biji utuh yang dipanggang hingga tahun 1976. Segera mereka memindahkan toko mereka ke 1912 Pike Place Market di mana mereka mulai menjual kopi espresso pada tahun 1986.
Howard Schultz
Kesuksesan Starbucks yang menjadi pemain terbesar jaringan kafe dunia tidak lepas dari peran Howards Schultz. Memang, pendiri Starbucks adalah Jerry Baldwin, Gordon Baker, dan Zev Siegl, namun Schultz yang membuatnya menjadi perusahaan besar dunia. Ia memang bukan pendiri Starbucks tetapi ia yang punya ide dan strategi menjadi pemain global.
Kisah Howard Schultz yang awalnya hanya karyawan hingga menjadi pemilik Starbucks patut disimak. Howard adalah sosok kreatif dan banyak ide yang membuat Starbuck besar dan mendunia. Ia yang membuat Starbuck menjadi pemain kafe kelas dunia dan ada di ratusan negara. Ia yang jago strategi pemasaran, bukan sekedar tahu cita rasa kopi.
Howard Schultz lahir pada tanggal 19 Juli 1953 di Brooklyn, New York, Amerika Serikat. Ayahnya bernama Fred Schultz seorang pensiunan tentara dan ibunya bernama Elaine Schultz.
Kondisi keluarga Howard Schultz sangat miskin ketika itu. Saat ia masih kecil, ia dan keluarganya pindah ke wilayah Tenggara Brooklyn. Ketika usia 12 tahun, Howard Schultz sudah bekerja sebagai loper koran untuk membantu kehidupan keluarganya. Ayahnya bekerja sebagai seorang sopir truk dengan penghasilan pas-pasan. Ketika ia berumur 16 tahun, ia bekerja sebagai penjaga toko. Ia hanya bersekolah hingga SMA dan tidak melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi karena tidak memiliki uang yang cukup.
Beruntung, Howard Schultz sangat pandai dibidang olahraga terutama olahhraga basket dan juga sepakbola di sekolahnya. Ia kemudian menerima beasiswa sepak bola dari Northern Michigan University pada tahun 1970.
Setelah mendapatkan gelar bidang ilmu komunikasi dari Northern Michigan University pada tahun 1975, Howard Schultz kemudian mulai bekerja di Xerox Corporation dengan posisi sales representatif. Sebagai staff penjualan. Setelah lama bekerja di Xerox, Schultz kemudian pindah kerja ke perusahaan asal Swedia bernama Hammarplast yg bisnisnya menjual peralatan pembuat kopi di Amerika. Schultz bekerja sebagai direktur penjualan untuk wilayah pemasaran Amerika Serikat.
Pada tahun 1980an, Schultz kemudian mengunjungi salah satu pelanggannya yakni kedai kopi yang baru dibeli oleh Starbucks Coffee Company yang saat itu masih kecil di wilayah Seattle, Amerika Serikat. Schultz amat penasaran sebab pelanggannya tersebut banyak memesan plastik kecurut penyaring untuk membuat kopi. Ia juga takjub dengan semangat dari pendiri Starbuks dalam membuat kopi dan pengetahuannya tentang kopi.
Meskipun perusahaan Starbucks kala itu masih sangat kecil dan hanya memiliki beberapa kedai kopi saja namun penjualannya tiap bulan menunjukan peningkatan yang bagus. Hal itu membuat Howard Schultz menjadi tertarik dengan Starbucks. Ia kemudian menelpon pendiri Starbucks kala itu yakni Jerry Baldwin dan memohon untuk dipekerjakan disana. Saat itu Starbucks sudah berusia 10 tahun.
Di Starbucks, Posisi Howard Scultz sebagai direktur pemasaran perusahaan kopi tersebut. Gaji yang ia terima lebih kecil saat ia bekerja di Hammarplast. Saat ia melakukan perjalanan bisnis di Milan, ia menyadari bahwa banyak kedai kopi di kota tersebut yang tidak hanya menyajikan sebuah kopi espresso yang bagus namun juga kedai kopi disana dapat dijadikan sebuat tempat untuk pertemuan.
Setelah kembali ke Amerika, Schultz kemudian membujuk pemilik Starbucks agar kedai kopi mereka bisa menawarkan kopi espresso bukan hanya kopi biasa, teh seperti yang biasa mereka tawarkan kepada pembeli. Schultz juga menyarankan agar Starbucks mengubah konsep kedai kopinya agar mirip seperti sebuah restoran dimana pembeli dapat bersantai menikmati kopi mereka.
Namun usulan dari Schultz ditolak oleh Jerry Baldwin, alasannya mereka belum siap untuk masuk ke bisnis restoran seperti yang ditawarkan oleh Schultz. Akhirnya Schultz kemudian memutuskan untuk keluar dari Starbucks pada tahun 1985. Schultz kemudian bertekad mendirikan kedai kopi sesuai dengan keinginannya. Namun usaha tersebut tidaklah mudah. Modal yang ia butuhkan sebesar 400.000 dollar. Ia tidak mempunyai uang sebanyak itu. Disisi lain istrinya juga sedang mengandung anak pertama mereka yakni Eliahu Jordan Schultz.
- Banyak Investor Asing Cari Mitra Lokal, Siap Tanam Uang Modal Di Bidang-Bidang Bisnis Ini
- 10 Kiat Sukses IPO: Strategi Efektif untuk Pemegang Saham dan Manajemen
Pemilik Starbucks saat itu yakni Jerry Baldwin dan Gordon Bowker menawarkan bantuannya, Schultz juga menerima modal sebesari 100.000 dollar dari seorang dokter yang amat terkesan dengan usaha Schultz.
Tahun 1986, Schultz akhirnya punya modal yang ia butuhkan untuk mewujudkan idenya. Kedai kopi pertamanya ia beri nama Il Giornale. Kedai kopi Schultz tidak hanya menawarkan kopi saja melainkan juga es krim. Kedainya juga menyediakan tempat duduk untuk menikmati kopi dan alunan musik khas Italia.
Menjadi Pemilik Starbucks
Dua tahun setelah kedai Il Giornale milik Schultz berdiri, manajemen Starbucks memutuskan untuk menjual unit bisnis Starbucks kepada Schultz senilai 3,8 juta dollar AS. Setelah menjadi pemilik Starbucks, Schultz kemudian mengganti nama Il Giornale menjadi Starbucks. Setelah itu, ia kemudian bekerja keras memperluas jaringan kedai kopi Starbucks ke seluruh wilayah Amerika Serikat. Pengalaman serta pengetahuan Schultz dibidang pemasaran membuat jaringan kedai kopi Starbucks berkembang dengan pesat.
Pada tanggal 26 juni 1992, Starbucks resmi melantai di bursa saham membuat kekayaan Schultz terus meningkat. Schultz juga menulis buku Pour Your Heart Into It: How Starbucks Built a Company One Cup at a Time. Buku keduanya berjudul Onward: How Starbucks Fought for Its Life Without Losing Its Soul.
Sejak itu kedai kopi Starbucks terus menunjukan peningkatan yang pesat. Jaringannya terus tumbuh dibanyak negara. Namun pada tahun 2008, Starbucks yang berstatus sebagai jaringan kedai kopi raksasa di seluruh dunia goyah. Manajemen bekerja dengan profesional.
Hingga kemudian Howard Schultz kembali menjabat sebagai CEO Starbucks. Schultz kemudian menutup beberapa kedai Starbucksnya sebagai langkah antisipasi. Selain itu, ia juga rajin memberikan pelatihan ke karyawannya mengenai kemampuan dasar pengelolaan kopi.
Setelah memgakuisisi saham Starbuck, ia lalu secepatnya mengembangkan bisnis dengan membuka gerai baru di luar Seattle ke seluruh dunia. Karena popularitas Starbucks yang cepat, Schultz berada di bawah tekanan untuk memulai lebih banyak toko secepat mungkin . Sejak itu Starbuck terus tancap gas ekspansi.
Pada tahun 2013 ia mengambil alih seluruh operasi Starbuck di dunia dengan fokus baru dalam membuka toko di negara-negara Asia Selatan dan Amerika Selatan. Starbucks populer untuk menjual berbagai jenis kopi tetapi juga menjual minuman dingin dan panas lainnya, sandwich, kue kering, dan makanan ringan.
Starbucks juga berfokus untuk membuat produk lebih spesifik dengan budaya dan cita rasa lokal. Jadi juga menjual buku, musik, film dan es krim sesuai ketersediaan lokal. Dari menjual biji sangrai di tahun 1970-an hingga memiliki pendapatan bersih lebih dari $1 miliar memang merupakan pencapaian yang luar biasa. Howard Schultz telah berkontribusi pada strategi pertumbuhan agresif yang telah berhasil diikuti Starbucks untuk mencapai posisinya saat ini. Kini bisnis Starbuck terus berkembang.
Salah satu pelajaran dari Starbuck, terkadang dibutuhkan orang yang berbeda antara yang jago soal cita rasa menu dan orang yang ahli mengurusi pemasaran dan bisnis. Starbuck, bila masih dipegang tiga pendirinya saja, belum tentu bisa menjadi pemain dunia. Ia mungkin menjadi pemain yang masih eksis tapi hanya di kota tertentu di Amerika. Dalam berbagai bisnis, butuh kehadiran orang seperti Howard Schultz yang secara teknis mungkin ia tidak tahu sangat detil soal aroma kopi yang spesific, tapi ia tahu bagaimana membuat bisnisnya menjadi besar sehingga bisa terus berkembang, tidak mati dalam satu generasi. Ya, dalam bisnis memang butuh sinergi antara sejumlah tim manjemen dengan kompetensi yang saling melengkapi. Salam sukses.
Bacaan Lain:
- Belajar Dari Sukses Marulam Membesarkan Penerbit Erlangga
- Rumus Sukses Merintis Bisnis Kontraktor
- Pendiri Nestle Baru Ketemu Bisnis Yang Pas Saat Usia 53 Tahun
- Strategi Penetrasi GRC Board Di Industri Bahan Bangunan
- Belajar Dari Jos Soetomo, pengusaha sukses asal Kaltim
- Sejumlah Investor Asing Cari Mitra Lokal Untuk Merintis Bisnis