Salah satu Persiapan / Langkah Yang Perlu Dilakukan Bila Perusahaan Akan Go Public, Untuk Mengingkatkan Kinerja dan Valuasi

bintangbisnis

 

Bila perusahaan Bapak/Ibu merencanakan akan go public dalam dua sampai lima tahun kedepan, penting untuk mengajak investor jenis ini untuk membantu perusahaan Bapak/Ibu agar kinerja bisa terpoles dengan baik dan ketika go public valuasinya menjadi jauh lebih bernilai tinggi sahamnya. Investor itu ialah jenis private equity. Ini penjelasan saya.

 


Private equity (PE) merupakan salah sumber modal untuk investasi yang berasal dari para investor seperti dana pensiun, orang-orang kaya, atau dana abadi perguruan tinggi. PE menjadi semacam lembaga yang ditugaskan dan dipercaya untuk memutar duit dari investor itu. Kalau bank biasanya memberikan duit pinjaman dan kemudian minta jaminan (kolateral) berupa aset, maka kalau private equity tidak. Dia invest di perusahaan semisalnya Rp 300 miliar atau Rp 100 miliar, tapi ia minta ditukar dengan saham. Nah, ada perusahaan private equity yang hanya mau invest sebagai pemegang saham minoritas dan nggak mau lebih dari 50%, namun juga ada yang maunya justru harus pegang kendali. Masing-masing perusahaan private equity punya gaya dan kebijakan masing-masing.

Asal dana atau sumber dana perusahaan  private equity itu biasanya terkumpul karena keaktifan para pendiri dalam mencari dana untuk dikelola. Keluasan network para pendiri PE sangat penting untuk mendapatkan investor. Jangan heran kalau di Indonesia, para pemilik private equity pasti orang yang punya network kuat dengan pemilik dana di luar negeri. Misalnya Patrick Waluyo (Northstar), Gita Wiryawan (Ancora) dan Edwin Soeryajaya (Saratoga). Mereka semua merupakan lulusan Amerika yang channel dengan lembaga keuangan Barat sudah sangat kuat.

Kenapa mereka mau memberikan dananya untuk dikelola PE? Ya karena ingin dananya berputar dan bertambah. Ingat bahwa di negeri Barat dan Jepang, kalau menaruh deposito di Bank, bunganya sangat minim, pertahun hanya 2% atau bahkan kurang. Kalau diputar di negara berkembang seperti di Indonesia, mereka bisa mendapatkan keuntungan minimal belasan persen per tahun. Logikanya simple, ideologi uang adalah keuntungan. Dia tidak punya loyalitas ke negara atau lokasi. Tapi ia akan datang ke tempat manapun yg bisa berkembang biak. Ini rumus uang yang jangan dibantah.

Cara investasi perusahaan private equity (PE) ke perusahaan-perusahaan target biasanya menggunakan pola bisa dua macam. PERTAMA, membeli sebagian saham yang dimiliki pemegang lama (artinya ia membeli existing saham). Dus ada pergantian kepemilikan saham. KEDUA, perusahaan yang akan diinject modal itu menerbitkan saham baru yang kemudian dibeli oleh perusahaan PE itu. Umumnya cara kedua ini lebih banyak dipilih karena berarti dana yang masuk tidak masuk ke kantong pribadi pemegang saham lama, namun menambah modal perusahaan sehingga perusahaan bisa berputar lebih baik. Tapi pola ini sangat case by case, bisa perpaduan. Bisa jadi ketika investor masuk ke sebuah perusahaan, ada sebagian yang masuk ke kantong pemegang saham lama untuk pembelian saham, namun ada juga sebagian yang ditaruh sebagai modal usaha.
KETIGA, Selain cara investasi melalui saham, perusahaan PE juga bisa dengan cara membeli convertible bond yang diterbitkan perusahaan yang butuh duit itu. Convertible  bond itu adalah surat utang yang suatu saat bisa diubah (diconvert) menjadi saham ketika pas jatuh tempo dan bila perusahaan yang berhutang itu tidak bisa melunasi secara sempurna atas hutang-hutangnya.

Yang perlu diketahui, perusahaan PE biasanya hanya mau invest di perusahaan yang tumbuh cepat dan margin untungnya baik. Kenapa? Karena ia harus memberi keuntungan juga ke pemodal yang menitipkan uangnya. Makanya biasanya IRR private equity selalu minta diatas 18%. Kalau bank Anda kasih bunga 12-13%, maka PE minimal diangka 18%. Bedanya kalau bank harus mencicil bulanan, kalau PE nggak. PE hanya mengharap untung saat sahamnya dijual ke pihak lain.

Makanya, kebanyakan orang berhubungan dengan PE bila sudah tidak bisa pinjam ke bank lagi. Ekuitas yang dimiliki perusahaan sudah mentok. Sudah tidak punya kolateral untuk pinjam ke bank. Kalau bahasa orang keuangan, debt to equity ratio sudah nggak memungkinkan  untuk pinjam ke bank. Ingat, tidak ada bank yang mau kasih pinjaman bila tidak ada kolateral. Ini normalnya. Ada beberapa bank yang bisa kasih pinjaman tanpa kolateral, namun sudah pasti hanya ke nasabah korporat yang sudah lama dikenal, dan biasanya bunganya juga jauh lebih tinggi.

Siapakah yang paling cocok untuk menggandeng PE:
  1. Perusahaan yang akan ekspansi dan yakin punya bisnis bagus kedepan tapi nggak punya modal pertumbuhan dan sudah sulit pinjam ke bank karena debt to equity ratio sudah terlalu tinggi. Aset yang ada sudah dileverage (SUDAH DISEKOLAKAN) terlalu tinggi sehingga butuh investor (capital partner) yang bisa menambahkan modal untuk pertumbuhan usaha karena memang ada peluang menarik yang akan digarap.  Dalam situasi ini cocok dan penting untuk mengajak PE agar mau investasi dan kongsi di bisnis Bapak/ibu. 
  2. Perusahaan yang akan go public pada 2-4 tahun kedepan. agar nilai buku menjadi lebih baik dan kondisi permodalan tampak lebih kuat, anda gandeng PE untuk invest di perusahaan anda. nanti ia akan exit keluar dari perusahaan anda saat IPO dengan menjual saham dia ke investor publik di bursa
  3. Untuk membeli perusahaan millik pihak lain. Misalnya ada eksekutif yang tahu bahwa ada perusahaan bagus milik pihak lain yang sahamnya akan dijual tapi dia nggak punya uang untuk membeli atau mengakuisisinya. Dalam kondisi itu, ajaklah PE untuk invest bersama dan Anda yang menjadi operatornya karena Anda yang tahu cara kerja dan operasional bisnisnya sehari-hari. PE bisa menjadi pemegang saham sementara, setelah itu saham dia bisa bapak akuisisi 
  4. Untuk membeli saham perusahaan dimana tempat anda bekerja yang mungkin pemilik(bos) sudah tua/capek/bosan bisnis/mau pensiun. Kalau Anda sebagai CEO atau eksekutif tahu bahwa perusahaan dimana ia bekerja akan dijual, maka anda punya cara untuk membelinya,.Terutama kalau anda yakin  bahwa bisnisnya bagus dan ia bisa menyelamatkannya. Caranya, silahkan ajak PE untuk invest dan membelinya, dan anda akan menjadi salah satu pmegang saham penting. Saya punya beberapa kawan yang menjalankan pola ini dan sukses besar. Dulu CEO di perusahaan itu tapi tiba2 owner mau jual;al perusahaannya,  akhirnya si CEO tadi  cari pemodal untuk beli perusahaan itu.

Perusahaan PE itu biasanya invest untuk waktu yang tidak lama. Durasi hanya 3-7 tahun. Setelah itu ia keluar  atau exit. Cara exit bermacam-macam. Bisa menjual sahamnya melalui bursa atau go public, bisa menjual saham ke pemegang saham lain yang mayoritas. Tapi bisa juga melalui trade sale, yakni ia menjual ke berbagai investor besar yaitu group besar yang minat di bisnis itu. Misalnya PE invest di bisnis TI lalu exit, maka ia akan tawarkan ke ACER, IBM, Microsoft, dll, untuk membeli sahamnya. Istilahnya, menjual ke investor strategis, bukan ke investor keuangan. Tapi menjual ke sesama investor keuangan juga mungkin.

Bagaimana di Indonesia?  Di Indonesia semakin banyak perusahaan private equity yang aktif walaupun mereka tidak punya kantor khusus di Indonesia namun mereka menunjuk orang tertentu menjadi wakilnya di Indonesia. Mereka ada yang dari Jepang, Hongkong, Singapore, Timur Tengah, Eropa dan Malaysia. Tak kurang dari 30-an investor PE di Indonesia. Hanya  saja mereka memang bekerja dengan silent dan bekerja berdasarkan trust. 30 perusahaan PE itu punua fokus investasi dan sstrategi investasi yang berbeda-beda dari sisi besaran per investasi hingga sektor yang ia pilih. 

Ingat cara kerja private equity itu sangat silent, diam-diam, nggak mau banyak ngomong. Namanya juga private.  Mereka memang selektif dalam memilih perusahaan yang akan diinvestasi, namun mereka juga harus investasi karena kalau nggak menyalurkan  duitnya untuk diinvestasikan, mereka juga akan ditanya dan ditabok oleh lembaga yang memercayakan uang untuk diputar. Kalau Anda sudah dipercaya untuk memutar uang tapi kok anda nggak dapat tempat yang ditaruh uang berarti anda bodoh. Anda nggak punya teman atau anda nggak bisa cari teman. Padahal sebegitu banyaknya perusahaan di Indonesia yang butuh funding, dengan manajemen yang terpercaya dan prospeknya bagus.

Perusahaan private equity itu SANGAT JARANG mau atau umumnya tidak mau diajak investasi di perusahaan baru. Intinya mereka itu berkongsi dengan pengusaha yg terbukti bisa mengelola usaha, bukan baru rencana2 doang. Mereka umumnya hanya mau invest di perusahaan yang sudah eksis dengan omset mencukupi namun butuh tambahan modal agar bisa tumbuh cepat. Atau mau juga invest di perusahaan bagus namun sedang sakit tapi ada peluang untuk diperbaiki. Banyak banget investor yang meminati Indonesia. Tapi memang butuh cara khusus mendekati mereka karena mereka memang sangat private dan hanya mau berhubungan dengan orang yang bisa mereka percaya.

Dana yang ditempat di satu perusahaan oleh private equity sangat berbeda-beda. Ada yang maunya diatas USD 100 juta dollar, ada yang hanya mau range USD 50-100 juta dollar, ada yang mau dari size USD 5 juta. Bahkan ada yang mainnya di angka USD 1-5 juta per investment. Masing-masing punya mandat dan strategi sendiri.

 

By the way, kalau Bapak/Ibu adalah pemilik korporasi yg butuh modal dari investor private equity yang mau invest dari Rp 200 miliar sampai Rp 1,5 triliun, saya bisa  ajak salah satu investor private equity dari luar negeri yang cocok atau paling cocok untuk perusahaan bapak/ibu dan memang sedang cari-cari peluang investasi di indonesia. Sewaktu-waktu saya bisa ajak meeting direkturnya untuk meeting dengan bapak/ibu bila memang ada peluang kongsi yang menarik dari skala bisnis dan prospeknya.

 

 

Namun perlu dicatat bahwa investor hanya mau berkongsi dengan perusahaan yang skalanya sudah korporasi, bukan pemain UKM atau perusahaan baru. Mohon dimengerti.

 

Semoga bisnis bapak/Ibu sukses, semakin maju dan berkembang. Selalu ada jalan bila kita terus mau berusaha.

 

Jangan sungkan hubungi kami untuk explore:

HP : +62 812-9951-8136 (WA)
Email: masadhi1976@gmail.com

 

 

 

HOT SHARING :

Share This Article