rahasia sukses es teller 77 |
Kisah sukses Es Teller 77 adalah cerita sukses kewirausahaan yang gigih yang dibangun dengan keringat dan kerja keras. Tak heran bila jaringan Es Teller 77 bisa punya cabang resto hingga tersebar dari Sabang sampai Merauke. Bahkan juga sudah ekspansi ke sejumlah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Australia.
Semuanya dimulai tahun 1982. Cikal bakal bisnis Es Teler 77 dimulai dari sebuah kios kecil yang sederhana, di halaman pusat perbelanjaan Duta Merlin. Kios ini didirikan oleh pasangan suami istri, yakni Murniati Widjaja dan suaminya, Trisno Budijanto. Minuman es teler itu sendiri saat itu memang sudah menjadi nama generik, banyak pedagang minuman di kaki lima yang yang menjual minuman es teller.
Es Teler 77 saat itu sangat laris. Apa daya, selisih harga sewa dan keuntungan yang tipis membuat Es Teler 77 harus berganti strategi pemasaran dan menutup kiosnya di Duta Merlin. Es Teler 77 kemudian mulai bergerilya membuka gerai di lokasi-lokasi lain mulai dari halaman rumah warga hingga ruko. Tak disangka meski sudah pindah lokasi Es Teler 77 tetap laris. Dari sisi pelajarannya, di bisnis makanan dan resto, cita rasa menu adalah pondadi paling penting agar konsumen menyukainya. Rasa dan lidah tidak bisa dibohongi. Kalau enak di lidah, konsumen akan datang kembali. Kalau tak enak di lidah, walau outletnya bagus, konsumen akan malas datang kemali.
Peran Anak Mantu
Sukses Es Teller 77 tak bisa dipisahkan dari peran Sukyatno Nugroho, anak mantu pendiri Es Teller 77. Ia adalah seorang pelaku bisnis yang gigih dan kreatif. Ia berjasa besar dalam membangun bisnis franchise Es Teler 77 miliknya. Almarhum Sukiatno yang hanya lulusan SMP dan menduduki peringkat ke-40 dari 50 siswa itu sangat aktif membesarkan Es Teller 77 hingga keluar negeri.
Sebelum berbisnis Es Teller 77, Sukiatno awalnya mencoba menjadi salesman produk-produk gagasan di Jakarta. Berbagai profesi juga ia alami seperti sebagai pengembang gedung reklame, kantor percetakan usaha, biro jasa dan calo. Di “sekolah kehidupan” itu dia belajar penjualan dan pemasaran. Saat masih menjadi penjual Sukyatno bertemu dengan calon istrinya, Yenny Setia Widjaja, di toko peralatan elektronik di kawasan Jakarta Kota. Dengan wanita ini ia akhirnyab menikah pada tahun 1971 dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Felicia, Andrew dan Fredella.
Setelah menikah usahanya bangkrut. Ia lalu datang ketika ibu mertuanya Ny. Murniati Widjaja menjadi juara pertama dalam lomba pembuatan Es Teler yang diadakan oleh majalah Gadis pada tahun 1982. Insting bisnis Sukyatno berhasil dan ia sepenuhnya meniru tanda terima itu. Dengan modal hanya satu juta rupiah, Sukyatno memulai bisnis resto tenda booth. Karena berdiri pada tanggal 7 Juli 1982 ia memutuskan untuk menamai restorannya sebagai Es Teler 77. Dan karena resep tersebut merupakan hasil dari kontes es teller pertama dan terakhir di Indonesia, secara unik ia menambahkan “Indonesian’s Champion” sebagai slogannya.
Jadi bisnis ini bermula dari pengumuman lomba membuat es teler tingkat nasional pada 1982. Yenny yang mengetahui ibunya hobi memasak, mendorong sang ibu terlibat dalam lomba tersebut. Berbekal nangka, avokad, dan kelapa pilihan yang dibeli sendiri ke pasar, Murniati memenangkan kompetisi nasional resep es teler tersebut. Ia lalu membuka warung kecil-kecilan.
Namun, usaha itu tak bertahan lama. Pada tahun yang sama, Murniati terpaksa menutup warungnya lantaran harga sewa melambung tinggi, tak mampu dibayarnya. Jalan keluar terbuka saat ada investor yang mau membantunya membuka kembali warung kecil-kecilan, bahkan sampai lima warung sekaligus. Seiring berjalannya waktu, bisnis es teler itu berkembang, bahkan menunya makin beragam.
Pelajaran Bisnis
Sukses perjalanan Es Teler 77 ini adalah sebuah pelajaran bisnis. Dilai dari warung sederhana dan kecil-kecilan, hingga akhirnya bisa berkembang menjadi perusahaan yang mapan dan cukup besar. Hingga saat ini, Es Teler 77 begitu dikenal dan mudah ditemukan di banyak pusat perbelanjaan. Hebatnya, gerai Es Teler 77 acapkali ditemukan berdiri kokoh di antara gerai-gerai besar milik asing seperti KFC, McDonald’s, dan lain-lain. Omset bisnisnya tentu saja sudah lebih dari puluhan miliar.
Meski keluarga ditinggal meninggal Trisno Budijanto, suami Murniati, dan menantunya Sukyatno Nugroho, Es Teler 77 tetap bertahan. Jumlah gerai kini mencapai ratusan cabang.
- Banyak Investor Asing Cari Mitra Lokal, Siap Tanam Uang Modal Di Bidang-Bidang Bisnis Ini
- 10 Kiat Sukses IPO: Strategi Efektif untuk Pemegang Saham dan Manajemen
Pelajaran dari Es Teller 77, berbisnis itu awalnya umumnya tidak mudah. Jangan langsung mimpi serba enak. Tidak. Usaha awal Es Teller ini jufa tak mudah. Mulainya dari jualan di bawah tenda, bahkan warung tendanya sering dipaksa pindah oleh petugas. Ia akhirnya memutuskan untuk menyewa tempat di Pondok Indah Mall Jakarta dan bisnisnya berjalan dengan cepat. Dari sana bisnisnya mulai berkembang. Pada tahun 1987 ia mulai membesarkan Es Telller 77 dengan pola waralaba. Cabang pertama berdiri di Solo dan disusul cabang Semarang satu minggu kemudian. Franchisee membayar dana awal dan dikenakan royalti sebesar 4 persen dari pendapatan penjualan. Pada tahun 1994 Sukyatno memutuskan untuk membuka gerainya hanya di pusat perbelanjaan, plaza atau mal. Ia pun mulai menyusun standar, sistem manajemen dan pelatihan yang baik.
Jangan lupa berpartner
Singkatnya, Es Teller 77 bisa berkembang luas juga karena bermitra dengan investor waralaba. Es Teler 77 ini, membuat banyak orang ingin bekerja sama dengan Es Teler 77 untuk mengembangkan merek dagang ini. Tak heran, pengelolanya kemudian mulai mengembangkan konsepnya dengan pola WARALABA. Menjual hak franchise untuk buka cabang. Tahun 1987 gerai di luar Jakarta mulai dibuka dengan konsep waralaba. Saat itu Es Teler 77 adalah pelopor usaha waralaba di Indonesia dan juga salah satu pencetus berdirinya Asosiasi Franchise Indonesia (AFI).
Terus melakukan inovasi
Inovasi usaha dengan konsep waralaba ini rupanya menguntungkan bagi perkembangan bisnis Es Teler 77. Dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun Es Teler 77 sanggup membuka 100 gerai tidak hanya di Jabodetabek tapi juga di bagian timur Indonesia. Menanggapi perubahan perilaku konsumen yang lebih berfokus kepada gaya hidup, Es Teler 77 kemudian mencoba masuk ke mall. Tidak mudah memang karena pada masa itu masyarakat masih sangat ‘brand minded’. Jumlah gerai yang semakin banyak dan bertambahnya pelanggan setia membuat Es Teler 77 merasa harus mengembangkan sistem usahanya. Kepercayaan pelanggan setia tentunya akan luntur apabila kualitas pelayanan dan kelezatan makanan berkurang.
Karena itulah Es Teler 77 juga melakukan transformasi. Sistem manajemen terstruktur, pengawasan terhadap setiap gerai dan kualitas produk menjadi fokus jajaran manajemen Es Teler 77. Akhirnya diciptakanlah sistem training, pengawasan dan distribusi bahan baku produk yang tersentralisasi. Ini dilakukan agar kualitas sesuai standar. Sistem manajemen keuangan juga dibenahi sehingga pengelolannya menjadi modern, bukan kelas warungan. Dari sisi pelajarannya, kalau usaha resto ingin maju, manajemen harus rapi, termasuk insentif ke karyawan penjaga resto, sistem teknologi informasinya, manajemen kebersihannya, dan sebagainya.
Bacaan Terkait: