BASF Batalkan Rencana Investasi Smelter Nikel US$ 2,6 miliar di Indonesia

bintangbisnis

(Jerman) – Perusahaaan raksasa kimia asal Jerman, BASF, pada hari Senin 24 Juni 2024, dikabarkan bahwa mereka telah memutuskan mengurungkan  rencana investasi $ 2,6 miliar pada proyek smelter (pemurnian) nikel-kobalt di Weda Bay, Indonesia karena perubahan signifikan di pasar nikel sejak awal proyek tersebut.

BASF mengatakan bahwa mereka melihat opsi yang berkembang dari nikel kelas baterai secara global dan tidak lagi melihat perlunya investasi yang begitu besar, menurut pengumuman perusahaan pada hari Senin, sebagaimana dikutip Fastmarkets.

Pada tahun 2020, BASF dan Eramet, perusahaan pertambangan global, menandatangani perjanjian untuk secara bersama-sama menilai potensi proyek pemurnian nikel-kobalt di Indonesia, termasuk pabrik smelter refinery bertekanan tinggi (HPAL) dan kilang logam dasar (BMR).

Pabrik refinery yang direncanakan akan menghasilkan endapan hidroksida campuran (MHP) dari nikel melalui tanaman HPAL. MHP digunakan untuk memproduksi nikel sulfat, bahan baku untuk produksi prekursor katoda.

Pabrik refinery tersebut semulai diharapkan akan memberi BASF sumber aman tambahan 42.000 metrik ton nikel dan 5.000 metrik ton kobalt setiap tahun, menurut pengumuman BASF.

“Pembatalan investasi ini adalah penyesuaian strategis mengingat kelebihan pasokan jangka pendek di pasar nikel,” kata seorang sumber.

Di tengah pasokan yang cukup dan permintaan yang lambat di sektor kendaraan listrik (EV), harga nikel sulfat telah mengalami tren penurunan dalam beberapa minggu terakhir.

Penilaian harga, untuk nikel sulfat min 21%, maks 22,5%; Cobalt 10ppm Max, EXW China adalah 29.000-30.100 yuan ($ 3.993-4.145) per ton pada hari Jumat 21 Juni, turun dengan 1.450 yuan per ton, atau 4,67%, dari 32.000-33.000 yuan per tonne pada 31 Mei dan penurunan minggu ketiga.

“Meskipun ekspektasi kelebihan pasokan di pasar, kami masih melihat peningkatan proyek baru di wilayah ini,” tambah sumber itu.

Indonesia menjadi negara penting dalam industri produksi kendaraan listrik global dalam beberapa tahun terakhir karena cadangan mineral kritis yang berlimpah, khususnya, dengan proyek perantara nikel-kisi baterai utama yang didukung oleh perusahaan besar Cina seperti Huayou Cobalt dan Tsingshan Holding Group.

Huayou, misalnya, group perusahaan itu telah berinvestasi di rantai pasokan nikel di Indonesia sejak 2018. Pada tahun 2024, group itu telah membangun total kapasitas nikel 225.000 metrik ton dengan tiga anak perusahaan untuk produksi yang terkait nikel. Mereka juga bekerja sama dengan Vale dan Ford.

Investasi global dalam rantai pasokan Indonesia, di satu sisi, telah meningkatkan peran Indonesia di sektor transisi energi internasional.

Pasokan tambang nikel Indonesia meningkat menjadi 55% dari total dunia pada tahun 2023 terhadap 26% pada tahun 2018, sementara pangsa perantara nikel tumbuh menjadi 65% dari 30% selama periode yang sama, menurut penelitian Fastmarkets.

Namun, ini juga bisa mengakibatkan surplus pasokan. Output nikel global pada tahun 2024 diperkirakan tumbuh sebesar 8,7% setiap tahun, lebih tinggi dari ekspektasi permintaan sebesar 4% untuk tahun 2024. (ED)

 

 

 

 

 

Bacaan Lain: 

Share This Article