Melanjutkan bisnis yang sudah dibesarkan orang tua, boleh jadi, lebih menjanjikan keberhasilan. Toh, Metta Murdaya, putri sulung pasangan konglomerat Murdaya Pho dan Siti Hartati Murdaya, enggan mengambil “jalur aman” ini. Meski orang tuanya dikenal punya puluhan perusahaan berskala besar, Metta lebih tertarik merintis usaha sendiri, yakni bisnis kosmetik herbal untuk perawatan kulit (herbal skin care). Ia memang tidak sendirian, melainkan dengan beberapa rekannya dari Asia, yakni Tami Chuang, Yoshiko Roth, dan Jill Sung. Di perusahaan yang bernama Loisaida Labs LLC. ini, Metta didapuk sebagai CEO-nya, sekaligus bertanggung jawab di bidang keuangan, desain dan pengembangan produk.
Perempuan kelahiran 10 Oktober 1974 ini mulai menggulirkan produksi dan pemasaran produk herbal di tahun 2004. “Saya tertarik berbisnis karena banyak sekali pengalaman yang saya peroleh selama bekerja di berbagai perusahaan asing di Amerika Serikat dan Asia,” tutur mantan karyawan Home Depot dan Deloitte Consulting ini. Lulusan University of California, Berkeley, dan New York University ini mengaku sudah lama terinspirasi dengan tradisi bangsa Indonesia, khususnya jamu dan keindahan upacara ritual Bali. Tak heran kalau kemudian ia berusaha memperkenalkan tradisi herbal Indonesia itu dalam bentuk produk high end skin care cosmetic. “Kami masuk sebagai pemain baru di mana kebanyakan orang tidak berpikir bahwa orang Indonesia akan memasukkan produknya ke high quality Western market,” katanya menandaskan. “Saya melihat itu justru sebagai tantangan.” Merek yang diusung perusahaan yang berkantor pusat di New York ini pun berbau Indonesia, yakni Juara.
Bermodal pengalaman kerjanya di bisnis ritel (seperti di Home Depot), Metta menyasarkan produknya hanya untuk segmen high end di AS dan Kanada – tidak di Indonesia. Di negaranya Barack Obama itu, produknya sudah ada di berbagai negara bagian seperti Arizona, Kalifornia, Connecticut, Distrik Columbia, Florida, Georgia, Hawaii, Illinois, Louisiana, Maryland, Massachusetts, Montana, New Jersey dan New York. Adapun di Kanada, produknya sudah tersebar di negara bagian Alberta, British Columbia, Ontario dan Quebec. Kosmetik yang dipasarkan antara lain berupa sabun, krim pembersih, pelembab wajah, dan masker. Perusahaan Metta ini juga menyediakan produk perawatan tubuh, mulai dari yang berbentuk krim hingga shower gel. Jenis produknya tak kurang dari 19 item. Harga produknya di kisaran US$ 10-53. Candlenut Body Creame contohnya, dijual dengan harga US$ 35; sedangkan Sweet Black Tea & Rice Facial Moisturizer US$ 45. Produk-produk itu tidak disasarkan untuk pasar khusus seperti rumah spa, melainkan lebih untuk ritel kelas high end pada umumnya.
Meski positioning produknya adalah herbal yang diangkat dari Indonesian heritage, pasokan bahan bakunya justru diambil dari beberapa begara bagian di AS. “Mungkin saja pemasok kami mengambilnya dari Indonesia juga,” katanya sambil tersenyum. Lalu, untuk proses manufakturing, ia memilih menggunakan cara toll manufacturing (outsourcing). “Kami ingin dekat dengan pabrik, makanya pilih Amerika saja. Selain itu kompetensi kami memang ingin lebih pada aspek pemasaran dan pengembangan merek Juara. Yang penting kami bisa mengontrol kualitas dan suplainya,” kata penggemar olah raga Tae Kwon Do dan Kung Fu, serta hobi bermain piano ini. Dengan cara seperti itu, Metta mengaku pihaknya bisa menghemat biaya dan organisasi menjadi sangat ramping – karyawan inti hanya 20 orang, dan banyak menggunakan tenaga penjual paruh waktu.
Dalam membangun merek Juara, Metta tak melakukannya dengan iklan massal. Pasalnya, di AS dan Kanada biaya pasang iklan sangat mahal. Ia lebih banyak melakukan sampling dan branding melalui penulisan artikel di majalah-majalah gaya hidup. Biasanya, Metta mengirimkan beberapa produk contoh ke berbagai media yang kemudian diulas oleh tim editorial media itu. “Di AS, cara ini lebih efektif dibanding beriklan,” katanya terus terang. Tentu saja, langkah pemasaran juga dilakukan dengan cara memperluas cakupan distributor dan peritel yang digandeng pihaknya. Hanya saja, ia tidak ingin sembarangan memilih peritel, karena harus menyelaraskan dengan produknya yang high end. Tak heran ia lebih memilih gerai ritel papan atas terkemuka AS seperti Fred Segal di Los Angeles atau Henry Bendel di New York, ketimbang gerai Wal-Mart, misalnya.
Metta optimistis, pelan-pelan Juara akan tumbuh menjadi merek yang lebih besar meski harus bersaing dengan pemain kuat di level high end seperti Claudalie L’occitane, Kiehl’s, Fresh dan produk-produk dari L’Oreal. Optimismenya berdasarkan kenyataan bahwa sejak berdiri tahun 2004 revenue-nya selalu tumbuh triple (300%) per tahun. Selain itu produknya sudah hadir di 120 gerai toko yang tersebar di AS. “Kami masih muda dan berkembang. Sejauh ini tanggapannya sangat bagus,” katanya terkesan memantapkan diri. Tampaknya, perempuan lajang ini masih akan bekerja lebih keras. Metta mengaku selalu terngiang pesan ibunya, Siti Murdaya, bahwa sukses bisnis itu 10% karena faktor lucky dan 90% berkat kerja keras.
Perempuan kelahiran 10 Oktober 1974 ini mulai menggulirkan produksi dan pemasaran produk herbal di tahun 2004. “Saya tertarik berbisnis karena banyak sekali pengalaman yang saya peroleh selama bekerja di berbagai perusahaan asing di Amerika Serikat dan Asia,” tutur mantan karyawan Home Depot dan Deloitte Consulting ini. Lulusan University of California, Berkeley, dan New York University ini mengaku sudah lama terinspirasi dengan tradisi bangsa Indonesia, khususnya jamu dan keindahan upacara ritual Bali. Tak heran kalau kemudian ia berusaha memperkenalkan tradisi herbal Indonesia itu dalam bentuk produk high end skin care cosmetic. “Kami masuk sebagai pemain baru di mana kebanyakan orang tidak berpikir bahwa orang Indonesia akan memasukkan produknya ke high quality Western market,” katanya menandaskan. “Saya melihat itu justru sebagai tantangan.” Merek yang diusung perusahaan yang berkantor pusat di New York ini pun berbau Indonesia, yakni Juara.
Bermodal pengalaman kerjanya di bisnis ritel (seperti di Home Depot), Metta menyasarkan produknya hanya untuk segmen high end di AS dan Kanada – tidak di Indonesia. Di negaranya Barack Obama itu, produknya sudah ada di berbagai negara bagian seperti Arizona, Kalifornia, Connecticut, Distrik Columbia, Florida, Georgia, Hawaii, Illinois, Louisiana, Maryland, Massachusetts, Montana, New Jersey dan New York. Adapun di Kanada, produknya sudah tersebar di negara bagian Alberta, British Columbia, Ontario dan Quebec. Kosmetik yang dipasarkan antara lain berupa sabun, krim pembersih, pelembab wajah, dan masker. Perusahaan Metta ini juga menyediakan produk perawatan tubuh, mulai dari yang berbentuk krim hingga shower gel. Jenis produknya tak kurang dari 19 item. Harga produknya di kisaran US$ 10-53. Candlenut Body Creame contohnya, dijual dengan harga US$ 35; sedangkan Sweet Black Tea & Rice Facial Moisturizer US$ 45. Produk-produk itu tidak disasarkan untuk pasar khusus seperti rumah spa, melainkan lebih untuk ritel kelas high end pada umumnya.
Meski positioning produknya adalah herbal yang diangkat dari Indonesian heritage, pasokan bahan bakunya justru diambil dari beberapa begara bagian di AS. “Mungkin saja pemasok kami mengambilnya dari Indonesia juga,” katanya sambil tersenyum. Lalu, untuk proses manufakturing, ia memilih menggunakan cara toll manufacturing (outsourcing). “Kami ingin dekat dengan pabrik, makanya pilih Amerika saja. Selain itu kompetensi kami memang ingin lebih pada aspek pemasaran dan pengembangan merek Juara. Yang penting kami bisa mengontrol kualitas dan suplainya,” kata penggemar olah raga Tae Kwon Do dan Kung Fu, serta hobi bermain piano ini. Dengan cara seperti itu, Metta mengaku pihaknya bisa menghemat biaya dan organisasi menjadi sangat ramping – karyawan inti hanya 20 orang, dan banyak menggunakan tenaga penjual paruh waktu.
Dalam membangun merek Juara, Metta tak melakukannya dengan iklan massal. Pasalnya, di AS dan Kanada biaya pasang iklan sangat mahal. Ia lebih banyak melakukan sampling dan branding melalui penulisan artikel di majalah-majalah gaya hidup. Biasanya, Metta mengirimkan beberapa produk contoh ke berbagai media yang kemudian diulas oleh tim editorial media itu. “Di AS, cara ini lebih efektif dibanding beriklan,” katanya terus terang. Tentu saja, langkah pemasaran juga dilakukan dengan cara memperluas cakupan distributor dan peritel yang digandeng pihaknya. Hanya saja, ia tidak ingin sembarangan memilih peritel, karena harus menyelaraskan dengan produknya yang high end. Tak heran ia lebih memilih gerai ritel papan atas terkemuka AS seperti Fred Segal di Los Angeles atau Henry Bendel di New York, ketimbang gerai Wal-Mart, misalnya.
Metta optimistis, pelan-pelan Juara akan tumbuh menjadi merek yang lebih besar meski harus bersaing dengan pemain kuat di level high end seperti Claudalie L’occitane, Kiehl’s, Fresh dan produk-produk dari L’Oreal. Optimismenya berdasarkan kenyataan bahwa sejak berdiri tahun 2004 revenue-nya selalu tumbuh triple (300%) per tahun. Selain itu produknya sudah hadir di 120 gerai toko yang tersebar di AS. “Kami masih muda dan berkembang. Sejauh ini tanggapannya sangat bagus,” katanya terkesan memantapkan diri. Tampaknya, perempuan lajang ini masih akan bekerja lebih keras. Metta mengaku selalu terngiang pesan ibunya, Siti Murdaya, bahwa sukses bisnis itu 10% karena faktor lucky dan 90% berkat kerja keras.
Tema Utama :