Jagoan Bisnis Karoseri Dari Kota Bogor Dan Dinamika Pengelolaannya

bintangbisnis

 

Winston Wiyanta tidak ragu dengan pilihan hidupnya untuk bergabung dengan perusahaan keluarga sejak Januari 2008. Terbukti, pilihannya tidak sia-sia. Ia tidak hanya menyelamatkan bisnis keluarga, tetapi juga membesarkannya. Dibandingkan dengan masa ketika bisnis ini dikelola oleh ayahnya, saat ini bisnis keluarganya berkembang pesat dengan omzet yang sudah tiga kali lipat lebih besar. Delimajaya Group kini tidak hanya bergerak di bidang karoseri, tetapi juga fabrikasi logam dan perakitan (assembler) untuk sejumlah merek kendaraan.

 

Pepatah Tiongkok kuno mengatakan, “Bai shan xiao wei xian” yang berarti dari seratus kebajikan, berbakti kepada orang tua harus diutamakan. Bagi anak muda zaman sekarang, mungkin pepatah itu tidak lebih dari sekadar petuah klise, tetapi tidak demikian bagi Winston Wiyanta, generasi kedua pemilik Delimajaya Group. Ia benar-benar menerapkan ajaran untuk berbakti kepada orang tua dalam perjalanan karier bisnisnya.

 

Pada Januari 2008, setelah kembali dari kuliah di San Francisco dan Los Angeles, Amerika Serikat, Winston tidak terbawa arus untuk memilih karier seperti teman-temannya yang banyak terjun ke bisnis batu bara dan restoran. Ia memutuskan untuk kembali dan bergabung dengan keluarga, berbakti kepada orang tua dengan merawat serta membesarkan bisnis karoseri yang telah dirintis ayahnya sejak 1975, terutama karena ia adalah anak laki-laki satu-satunya.

 

Pilihan itu jelas bukan pilihan yang mudah. Pada umumnya, bisnis karoseri di Indonesia sedang lesu. Dari ratusan perusahaan karoseri yang berjaya di era 1980-an, kini yang mampu bertahan hanya sedikit. Persaingan sangat ketat, terutama dengan munculnya pemain-pemain baru kelas industri rumahan (bengkel) yang menawarkan harga super murah. Selain itu, Winston juga harus menghadapi berbagai masalah internal yang memerlukan perhatian segera.

 

Namun, Winston tetap teguh pada pilihannya. Sejak bergabung dengan perusahaan keluarga pada Januari 2008, ia tidak hanya berhasil menyelamatkan bisnis keluarganya, tetapi juga membesarkannya. “Dibandingkan dengan saat dikelola oleh ayah, sekarang jauh lebih berkembang. Secara omzet sudah tiga kali lipat,” ungkap Winston ketika ditemui di pabrik seluas 8 hektar di Kedunghalang, Bogor. Melalui berbagai upaya pembenahan yang dilakukan, Delimajaya Group kini tidak hanya bergerak di bidang karoseri, tetapi juga fabrikasi logam dan perakitan kendaraan untuk berbagai merek.

 

Kiprah Winston Wiyanta lebih tepat disebut sebagai regenerasi kepemimpinan dalam bisnis dan modernisasi bisnis keluarga. Ayahnya, Wiyanta, dikenal sebagai pengusaha karoseri ternama yang pernah menjabat sebagai pengurus pusat di Asosiasi Karoseri Indonesia (ASKARINDO). Wiyanta banyak membuat bodi bus kelas medium yang digunakan oleh Metromini di Jakarta. “Sekitar 50% Metromini yang beroperasi di Jakarta dibuat oleh kami,” ungkap Winston, Managing Director Delimajaya Group.

 

Dalam lima hingga enam tahun terakhir, Wiyanta merasa perlu memperkuat manajemen perusahaan, sehingga memanggil Winston pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya di Amerika. “Ayah saya bilang, tolong cepat selesai dan pulang untuk membantu pengelolaan perusahaan,” kenang Winston, lulusan Loyola Marymount University, Amerika Serikat. Pada awal Januari 2008, Winston resmi bergabung dengan PT Delimajaya Carrosserie Industry.

 

Saat pertama bergabung, Winston tidak langsung membuat gebrakan bisnis. “Dua tahun pertama saya habiskan untuk pembelajaran dan adaptasi,” jelas Winston. Selama dua tahun itu, ia meminta ayahnya untuk ditempatkan di berbagai divisi, mulai dari PPIC (Production Planning and Inventory Control), produksi, pemasaran, hingga pengadaan. Dengan begitu, ia memahami seluruh proses kerja perusahaan.

 

Dua tahun pertama dihabiskan Winston untuk menganalisis proses kerja perusahaan. Contohnya, dalam enam bulan pertama ia ditempatkan di bagian PPIC, mempelajari proses pemesanan dan perancangan material untuk produksi. Bagian ini memiliki peran strategis karena terkait dengan produksi, pengadaan material, dan pemasaran. Ia juga sempat bertugas di bagian pemasaran dan produksi.

 

Karena pernah ditempatkan di semua divisi, Winston menyadari bahwa dalam bisnis karoseri, pekerjaan produksi harus menjadi prioritas utama. “Ini bukan perusahaan dagang dengan produk jadi. Kita ini perusahaan perakitan, jadi harus menghasilkan produk yang berkualitas sehingga produksi menjadi prioritas nomor satu, baru kemudian penjualan,” jelas Winston.

 

Setelah dua tahun mempelajari perusahaan, Winston semakin memahami tantangan dan masalah yang dihadapi, baik di bidang sumber daya manusia, pemasaran, maupun produksi. Berdasarkan hasil pendalamannya, ia mulai melakukan pembenahan secara bertahap.

Dari sisi SDM, misalnya, Winston melihat banyak karyawan yang sudah berusia lanjut dan semangat kerjanya rendah. “Perusahaan ini sudah berdiri sejak 1975 atau hampir 40 tahun. Banyak karyawan senior yang sudah lama bergabung,” kata Winston. Hal ini dinilai Winston berbahaya karena bisa memengaruhi semangat kerja karyawan yang lebih muda. Selain itu, ia melihat adanya penurunan profesionalisme, disiplin kerja, produktivitas, dan berkembangnya budaya ABS (Asal Bapak Senang).

 

Setelah dua tahun beradaptasi, Winston mulai melakukan sejumlah pembenahan. Bidang organisasi dan SDM menjadi prioritas utama, termasuk membangun budaya perusahaan. “Saya coba mengubahnya dari hal-hal kecil, seperti kehadiran karyawan. Kami menerapkan absensi dengan sidik jari agar tidak bisa titip absen. Hal ini sepele, tetapi harus dimulai dari hal kecil,” jelasnya.

 

 

Pembenahan organisasi dilakukan dengan merekrut karyawan muda dan menempatkan orang di posisi yang tepat. Winston juga memberlakukan program pensiun bagi karyawan yang sudah mendekati masa pensiun. “Kami butuh orang baru dengan semangat baru yang lebih segar,” tambahnya.

 

Hampir setiap departemen mendapat sentuhan pembenahan dari Winston. Beberapa karyawan dengan kinerja kurang baik dipindahkan atau diberhentikan. Bahkan, seorang karyawan senior yang menjadi kepercayaan ayahnya juga digeser karena dinilai tidak cocok dengan posisinya.

 

Winston juga membenahi bagian pemasaran yang sebelumnya tidak tertata dengan baik. Ia membangun tim baru dengan mengombinasikan karyawan lama yang masih muda dan potensial dengan karyawan baru. Kepada tim ini, Winston menerapkan sistem penghargaan dan hukuman yang jelas untuk meningkatkan semangat dan profesionalisme kerja.

 

Selain itu, Winston juga menyederhanakan proses bisnis agar lebih efisien. “Banyak sistem dan prosedur yang tidak praktis. Ini yang saya potong agar lebih efisien, sehingga proses produksi lebih cepat dan pengiriman ke pelanggan bisa lebih cepat,” ungkap Winston, yang menempuh studi di bidang manajemen operasi.

 

Winston tidak hanya fokus pada efisiensi, tetapi juga meningkatkan standar kualitas dengan menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008. Ia juga mendapatkan sertifikasi ISO 14001 dan ISO 18001 di bidang lingkungan dan keselamatan kerja.

 

Perubahan paling penting yang dilakukan Winston adalah pengembangan unit bisnis. Sebelum Winston memegang kendali, bisnis utama Delimajaya adalah karoseri. Ia kemudian merestrukturisasi perusahaan menjadi tiga entitas, yaitu PT Delimajaya Carrosserie Industry, PT Bahtera Putera Abadi, dan PT Auto Assembler Indonesia. Masing-masing perusahaan memiliki fokus berbeda, sehingga dapat dikelola secara lebih profesional.

 

“Saya melakukan restrukturisasi dengan memisahkan divisi-divisi yang ada menjadi entitas perusahaan tersendiri. Tujuannya agar lebih profesional dan masing-masing dapat tumbuh secara optimal. Selain itu, juga agar citra merek masing-masing lebih jelas dan tidak saling terkontaminasi,” ujar Winston. Terlebih lagi, ketiga divisi tersebut memang mengelola produk yang berbeda, sehingga perlu dikelola secara terpisah agar dapat fokus pada bidangnya masing-masing.

 

Dari ketiga bisnis tersebut, PT Delimajaya khusus mengelola bisnis karoseri, yang merupakan usaha lama milik keluarganya. Lalu, PT Bahtera Putera Abadi mengelola bisnis fabrikasi logam, antara lain membuat komponen alat berat untuk perusahaan alat berat Jepang seperti Hitachi, Komatsu, Caterpillar, Kobelco, UT, dan Sakai. Produk yang dibuat meliputi kabin operator alat berat, pelindung kabin, rel pemandu, crane, grappel, bodi dump truck, dan komponen alat berat lainnya. Bahkan, perusahaan ini juga membuat kursi untuk kapal, kereta, dan bus, baik yang berbahan logam maupun fiberglass. Di bidang fabrikasi logam, perusahaan juga mulai merambah sektor konstruksi, misalnya dengan memasok peralatan ke PT Krakatau Engineering.

 

Sementara itu, PT Auto Assembler Indonesia, yang baru berusia empat tahun, khusus mengerjakan pekerjaan perakitan untuk mobil CKD (completely knock down), terutama truk. Contohnya saat ini perusahaan merakit merek Foton dan FAW. “Ini dua merek terbesar di China yang mulai masuk ke Indonesia. ATPM-nya di Indonesia menunjuk PT Auto Assembler Indonesia sebagai perakit,” jelas Winston.

 

 

Untuk FAW, PT Auto Assembler merakit berbagai jenis truk, termasuk SUV mewah versi FAW. Sedangkan untuk merek Foton, selain truk, perusahaan juga merakit jenis minivan dan pick-up. “Di sini fasilitasnya lengkap, mulai dari pengelasan bodi, pengecatan, penyelesaian, hingga pengujian,” ujar Winston seraya mengajak penulis melihat contoh mobil SUV mewah merek FAW yang dirakit oleh perusahaannyaā€”mirip dengan Pajero dari Mitsubishi.

 

Di bisnis karoseri, perusahaan juga cenderung memilih strategi fokus, yakni bermain di segmen kendaraan khusus dan bus medium. Winston menjelaskan bahwa pemain karoseri memiliki sejumlah pilihan, seperti memproduksi bus besar, kendaraan pemadam kebakaran, mobil boks aluminium, truk mixer semen, dan sebagainya. Contoh perusahaan yang bermain di segmen bus besar misalnya Karoseri Laksana, Rahayu Santosa, Adiputro, dan New Armada.

 

“Kami fokus sebagai produsen kendaraan khusus,” tegas Winston. Kendaraan khusus yang dimaksud antara lain mobil bank untuk layanan perbankan keliling, mobil radar, mobil satelit (untuk stasiun TV), mobil promosi, mobil pemadam kebakaran, mobil penyiaran, ambulans, dan mobil BTS.

 

Sebagai catatan, harga kendaraan khusus cenderung lebih mahal karena tantangan pengerjaan yang lebih besar dan waktu pengerjaan yang lebih lama. “Bahan dan materialnya harus disesuaikan, banyak bongkar pasang serta banyak spesifikasi tambahan,” katanya. Misalnya, mobil satelit membutuhkan penyesuaian tata letak dalam kendaraan, yang berarti tidak standar. Ia mencontohkan harga mobil radar per unit bisa mencapai Rp1,5 miliar karena memang memerlukan spesifikasi khusus. Biasanya, peralatan radar dipesan langsung oleh pelanggan, sedangkan Delimajaya membuat bodi, melakukan instalasi, serta pengaturan.

 

Sementara untuk bus, Delimajaya fokus memproduksi bus medium dengan panjang 7 meter. Target pasarnya adalah bus sekolah, perusahaan, instansi pemerintah, shuttle bus, bus tambang, dan perkebunan kelapa sawit. “Bus yang tidak perlu mewah tetapi nyaman dan andal,” ujarnya. Harga bus mediumā€”termasuk mesinā€”berkisar antara Rp450 juta hingga Rp550 juta, tergantung spesifikasi yang diminta pelanggan. Untuk mesin bus (chassis), Delimajaya juga memberikan opsi bagi pelanggan untuk memilih dari empat merek Jepang yang tersedia (Hino, Isuzu, Toyota, dan Mitsubishi). Winston menyebutkan bahwa dulu perusahaannya dikenal sebagai produsen bus metromini, dan sekitar 50% armada di Jabodetabek berasal dari perusahaannya.

 

Dari aspek pemasaran, Winston memperkenalkan pendekatan baru. Ia tidak ingin timnya berprinsip “lu mau gue ada” dan “gimana nanti”. Terkadang, bagian penjualan cenderung berusaha menangkap pesanan dengan sembarangan. “Kita harus berkomitmen dengan janji dan memberikan apa yang kita janjikan, bukan ‘gimana nanti’. Lebih baik berbicara jujur di awal daripada tidak bisa memenuhi janji. Jangan asal semangat mengambil pesanan,” jelas Winston.

 

Dengan kata lain, pihaknya menekankan kepada tim pemasaran agar menjanjikan sesuai kemampuan nyata perusahaan sehingga hubungan dengan pelanggan dapat berakhir dengan baik. “Jangan sampai over expectation dan under delivery. Idealnya kita bisa memberikan di atas ekspektasi klien,” prinsip Winston.

 

Delimajaya juga aktif menerima pesanan kendaraan dari pemerintah. Namun, sejak kepemimpinan Winston, perusahaan memilih tidak terjun langsung dalam tender pemerintah, melainkan melalui kontraktor (pihak ketiga). Ia menilai cukup berisiko bagi perusahaannya untuk ikut tender langsung. “Untuk bank, BUMN, dan perusahaan swasta besar, kita masuk sendiri, langsung,” jelas Winston, yang ke depannya akan banyak mengembangkan pasar kendaraan makanan, kafe, dan roti.

 

Masih terkait pemasaran, Winston juga memperkuat bidang layanan purnajual. Bukan rahasia lagi, sebagian besar karoseri cenderung hanya memperhatikan aspek produksi dan mengabaikan layanan purnajual, berbeda dengan ATPM yang bermerek. “Kami sudah membentuk tim khusus yang menangani layanan purnajual. Jadi, jika ada pelanggan dari Yogyakarta, Balikpapan, hingga Bali yang membutuhkan layanan purnajual, kami siap turun membantu mereka. Kami sudah membentuk tim khusus,” ujar Winston.

 

Winston tidak asal bicara. Saat penulis mengunjungi pabrik, memang ada tim yang sedang memperbaiki empat kendaraan milik pelanggan yang sedang diservis. “Kami sedang melakukan pengecekan kerusakannya. Di sini ada tiga orang yang membantu saya,” ujar seorang karyawan yang sedang membuka dashboard kendaraan saat ditemui di bagian servis.

 

Yang pasti, di bawah kepemimpinan Winston, Delimajaya Group bertumbuh dengan baik. Dulu, divisi selain karoseri belum berkembang seperti sekarang. Kontribusinya masih sangat minim. Namun kini, bisnis fabrikasi logam, misalnya, sudah berkembang dengan daftar klien yang mencakup perusahaan Jepang. Bisnis di luar karoseri sudah menyumbang separuh bisnis Delimajaya Group. Lebih tepatnya, divisi fabrikasi logam menyumbang 35% omzet bisnis dan assembling 15%, sedangkan 50% berasal dari karoseri. Untuk karoseri, omzetnya cukup besar karena biasanya mendapatkan pesanan dalam jumlah besar dan dari institusi, termasuk melayani pesanan pemerintah atau bank.

 

“Dari sisi omzet, sekarang ini sudah tiga kali lipat dibandingkan saat dipegang ayah dulu,” ungkapnya. Saat ini, kapasitas produksi divisi karoseri mencapai 100 unit kendaraan per bulan (kapasitas total antara kendaraan khusus dan bus medium). Dari sisi jumlah karyawan, saat dipegang ayahnya, jumlah karyawan sekitar 350 orang, dan kini mencapai 500-an orang. Cakupan bisnis juga sudah berskala nasional.

Bisnis karoseri tidak dapat dipisahkan dari industri otomotif, yang melibatkan beberapa industri lain, seperti mekatronika, mesin, teknologi informasi, teknologi material, dan sebagainya. Singkatnya, industri otomotif memiliki prospek yang baik dan akan terus maju. Oleh sebab itu, bisnis karoseri akan berupaya mengimbanginya. Mungkin benar bahwa bisnis karoseri sedang memasuki tahap sandyakala, namun bukan berarti harus berakhir. Yang tetap bertahan dalam bisnis ini akan mengalami “survival for the fittest”, dan yang unggul akan dapat bertahan.

 

Winston mengakui bahwa salah satu pilar penting yang membuatnya bisa memimpin adalah karena memiliki ayah yang delegatif dan memberikan kesempatan. “Kebetulan ayah saya bukan tipe yang suka marah-marah. Beliau sangat mempercayai saya, dan delegasinya penuh. Ketika saya bilang ingin menangani bidang tertentu, ayah selalu setuju sehingga saya tidak memiliki keterbatasan dalam hal otoritas. Itu kuncinya,” ujarnya.

 

Winston juga merasa setengah heran mengapa ayahnya begitu mempercayainya, padahal saat itu ia belum memiliki pengalaman kerja di perusahaan lain sama sekali. “Ayah hanya berpesan agar fokus dalam mengelola perusahaan, jangan menyerah, dan lakukan segala sesuatu dengan serius,” kata Winston, seraya menjelaskan bahwa ayahnya telah menyerahkan seluruh operasional bisnis kepadanya.

 

Tentu saja, keberhasilan juga tak lepas dari dukungan karyawan. Winston menceritakan salah satu perbaikan penting yang dilakukan adalah di bidang sistem reward and punishment dan memastikan program tersebut berjalan dengan baik. “Dulu, sistem reward and punishment sudah ada, tetapi kurang berjalan dengan baik karena prosedurnya rumit.” Sekarang, sistem bonus dan insentif dibuat lebih sederhana, jelas, transparan,

Share This Article