Belajar Bisnis Ritel Dari Pendiri H&M Yang Kiat-Kiat Bisnisnya Inspiratif

bintangbisnis

Erling Persson, pendiri H&M (Hennes & Mauritz), adalah sosok visioner di balik salah satu jaringan ritel fashion terbesar di dunia, H&M. Keberhasilan H&M dalam mendominasi industri fashion global adalah hasil dari keberanian, inovasi, dan kerja keras yang dirintis oleh Persson sejak awal. Perjalanannya dimulai dari mimpi sederhana seorang pemuda asal Swedia hingga akhirnya mampu mengubah lanskap fashion dunia dengan model bisnis fast fashion.  Outlet H&M pun sudah menyebar ke seluruh dunia, termasuk di mall-mall besar di Indonesia. Di balik kesuksesannya, ada berbagai tantangan dan hambatan yang harus ia hadapi dalam membangun imperium H&M.

Latar Belakang Keluarga dan Pendidikan

Erling Persson lahir pada tahun 1917 di Västerås, sebuah kota kecil di Swedia. Ia tumbuh dalam keluarga dengan latar belakang perdagangan. Ayahnya adalah seorang pedagang yang memperkenalkan Erling pada dunia bisnis sejak dini. Dari sinilah ketertarikannya pada dunia perdagangan mulai terbentuk. Namun, meskipun tumbuh dalam lingkungan pedagang, keluarga Persson bukanlah keluarga yang kaya. Mereka hidup sederhana, dan hal ini mendorong Erling untuk selalu bekerja keras dan berusaha mencapai lebih banyak.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, Erling tidak langsung terjun ke dunia bisnis. Ia sempat bekerja di berbagai bidang yang berbeda, namun pengalamannya bekerja di toko pakaian di Swedia membuka matanya terhadap potensi besar di industri fashion. Pada tahun 1947, setelah mengunjungi Amerika Serikat dan melihat konsep department store di sana, Erling terinspirasi untuk membawa sesuatu yang baru ke Eropa.

Awal Perjalanan Mendirikan H&M
Erling Persson mendirikan toko pertamanya pada tahun 1947 di Västerås dengan nama Hennes, yang dalam bahasa Swedia berarti “miliknya” atau “untuk perempuan.” Pada awalnya, toko ini hanya menjual pakaian wanita dengan harga yang terjangkau. Inspirasi Erling datang dari pengalamannya di Amerika, di mana ia menyaksikan konsep toko besar yang menjual produk dengan volume tinggi dan harga rendah. Model ini sangat berbeda dengan toko-toko pakaian tradisional di Eropa saat itu yang cenderung menjual barang dengan margin tinggi.

Erling memahami bahwa fashion adalah sesuatu yang harus bisa diakses oleh semua kalangan, bukan hanya oleh orang-orang kaya. Ide revolusionernya adalah menyediakan pakaian yang trendi namun terjangkau bagi wanita di seluruh Eropa. Dengan model bisnis yang berfokus pada volume besar dan efisiensi, Hennes mampu menawarkan harga yang kompetitif. Ini adalah awal dari konsep fast fashion yang kelak akan membuat H&M menjadi raksasa global.

Pada tahun 1968, Erling membeli toko Mauritz Widforss, yang menjual pakaian pria dan peralatan berburu. Dengan akuisisi ini, Hennes berevolusi menjadi Hennes & Mauritz atau yang kita kenal sekarang sebagai H&M. Dengan mulai menjual pakaian pria, bisnisnya semakin berkembang, dan Erling menyadari bahwa ada potensi yang jauh lebih besar dalam industri fashion ritel.

Permodalan dan Tantangan Awal
Modal awal untuk mendirikan Hennes didapatkan Erling dari tabungan pribadinya dan dukungan keluarga. Di masa-masa awal, Erling banyak menghadapi tantangan, terutama dalam hal logistik dan distribusi. Mengelola rantai pasokan untuk memastikan bahwa pakaian bisa diproduksi dengan cepat dan efisien adalah tantangan besar. Selain itu, pasar fashion pada saat itu masih sangat didominasi oleh pemain-pemain besar yang telah mapan, sehingga Erling harus menemukan cara untuk membedakan dirinya.

Pada saat itu, industri pakaian di Eropa masih beroperasi dengan siklus yang panjang, di mana desain baru biasanya hanya diluncurkan satu atau dua kali dalam setahun. Erling mengubah paradigma ini dengan memperkenalkan konsep rotasi stok yang cepat, di mana desain-desain baru bisa hadir di toko setiap beberapa minggu. Inovasi ini memungkinkan H&M untuk selalu up-to-date dengan tren terbaru, yang menjadi kunci keberhasilannya dalam menarik pelanggan.

Tantangan lainnya adalah memupuk kepercayaan konsumen. Meskipun H&M menawarkan harga yang lebih rendah, Erling tetap berpegang teguh pada prinsip kualitas. Ia menyadari bahwa untuk bertahan dalam jangka panjang, produk yang dijual harus berkualitas tinggi, meskipun dijual dengan harga terjangkau. Ini adalah keseimbangan yang sulit dicapai, namun H&M berhasil melakukannya.

Jatuh Bangun dan Momentum Keberhasilan
Seperti banyak pengusaha lainnya, perjalanan Erling Persson dalam mengembangkan H&M tidak selalu mulus. Salah satu tantangan terbesarnya adalah menghadapi perubahan tren yang begitu cepat dalam dunia fashion. Namun, Erling selalu memiliki kemampuan untuk beradaptasi. Ketika tren berubah, H&M selalu mampu menyesuaikan diri dengan cepat, berkat model bisnis fast fashion yang mereka kembangkan.

Pada tahun 1970-an, H&M mengalami ekspansi besar-besaran ke negara-negara lain di Eropa. Mereka membuka toko-toko di Inggris, Jerman, dan Belanda, memperluas jangkauan mereka dan membangun reputasi sebagai ritel fashion yang terjangkau. Ekspansi internasional ini membawa banyak tantangan baru, terutama dalam hal mengelola operasi di berbagai negara dengan budaya dan preferensi yang berbeda.

Namun, salah satu tonggak kesuksesan terbesar H&M adalah ketika mereka mulai bekerja sama dengan desainer-desainer terkenal untuk menciptakan koleksi kapsul eksklusif. Pada tahun 2004, H&M bermitra dengan desainer Karl Lagerfeld, dan kolaborasi ini menjadi salah satu yang pertama kali memperkenalkan ide kolaborasi desainer dengan merek fast fashion. Kolaborasi ini terbukti sukses besar dan menjadi tren yang diikuti oleh banyak ritel lainnya.

Strategi Distribusi dan Harga
Salah satu kunci keberhasilan H&M adalah strategi distribusi yang efisien. Dengan rantai pasokan yang terintegrasi dan sistem distribusi yang baik, H&M mampu mengirimkan produk ke toko-toko mereka di seluruh dunia dengan cepat. Mereka juga mengoptimalkan rantai produksi dengan bekerja sama dengan pabrik-pabrik di berbagai negara, termasuk di Asia, untuk menekan biaya produksi tanpa mengorbankan kualitas.

Dalam hal harga, H&M selalu berusaha menjaga keseimbangan antara kualitas dan keterjangkauan. Ini adalah salah satu elemen penting yang membuat mereka unggul di pasar. Sementara merek-merek fashion high-end fokus pada margin yang lebih tinggi, H&M selalu menjaga harga tetap rendah untuk menarik pasar yang lebih luas.

Kinerja dan Skala Bisnis Saat Ini
Saat ini, H&M adalah salah satu perusahaan ritel fashion terbesar di dunia. Mereka memiliki lebih dari 5.000 toko di lebih dari 70 negara, dengan jutaan pelanggan setia di seluruh dunia. Selain itu, H&M juga telah memperluas jangkauannya dengan berinvestasi di e-commerce, memungkinkan mereka untuk bersaing di era digital.

H&M juga semakin fokus pada keberlanjutan. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka berusaha untuk mengurangi jejak karbon dan beralih ke bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan. Upaya ini mencerminkan kesadaran mereka akan tanggung jawab sosial perusahaan, yang semakin penting di mata konsumen modern.

Kisah sukses Erling Persson dan H&M adalah bukti dari sebuah kerja keras. Dari sebuah toko kecil di Swedia, H&M telah berkembang menjadi salah satu raksasa fashion dunia. Model bisnis fast fashion yang diperkenalkan oleh Persson mengubah cara orang berbelanja pakaian, dan strategi ini terus menjadi salah satu kekuatan pendorong di balik kesuksesan H&M hingga hari ini.

 

 

Banyak Investor Asing Cari Mitra Lokal, Siap Tanam Uang Modal, Termasuk Di Bidang-Bidang Bisnis Berikut ini

 

 

Share This Article