Memiliki bisnis sendiri adalah impian banyak orang, tetapi hanya mengandalkan satu sumber penghasilan merupakan strategi yang berisiko. Pengusaha yang cerdas akan membagi aset mereka ke dalam portofolio investasi yang seimbang antara bisnis aktif, kepemilikan aset, dan instrumen investasi jangka panjang. Dengan begitu, mereka bisa melindungi kekayaan, memaksimalkan pertumbuhan, dan tetap aman saat bisnis mengalami fluktuasi. Artikel ini akan membimbing Anda, khususnya para pengusaha pemula, dalam membangun portofolio investasi yang ideal dan realistis.
Portofolio investasi ideal harus mencerminkan profil risiko, tujuan finansial, dan jangka waktu yang diinginkan. Misalnya, seorang pengusaha laundry di Depok dengan omzet Rp 20 juta per bulan tidak cukup hanya mengandalkan profit bisnis untuk masa depan. Ia perlu menyisihkan sebagian keuntungan untuk investasi jangka panjang yang terus bertumbuh meski bisnis tidak berjalan. Di sinilah pentingnya diversifikasi aset.
Langkah pertama adalah membagi portofolio ke dalam tiga kategori utama: bisnis aktif (40%), aset produktif (30%), dan investasi jangka panjang (30%). Dengan komposisi ini, pengusaha tetap fokus pada pertumbuhan bisnis, tetapi juga memiliki bantalan keuangan dari aset dan investasi. Contoh nyata, seorang pemilik usaha kedai kopi di Bandung mengalokasikan keuntungannya ke rumah kos kecil sebagai aset produktif dan membeli reksa dana pasar uang. Ini memberi stabilitas arus kas di luar bisnis utama.
Kategori pertama, bisnis aktif, tetap menjadi tulang punggung utama penghasilan pengusaha. Namun, keuntungan dari bisnis sebaiknya tidak dihabiskan seluruhnya untuk konsumsi. Pengusaha makanan ringan di Semarang, misalnya, menyisihkan 20% laba untuk membuka lini produk baru yang lebih tahan krisis seperti makanan kering. Dengan strategi ini, portofolio bisnisnya berkembang lebih stabil dan adaptif terhadap perubahan pasar.
Kategori kedua adalah aset produktif, seperti properti yang disewakan atau kendaraan komersial. Seorang pengusaha pemula yang membuka jasa ekspedisi lokal di Makassar membeli satu truk bekas dan menyewakannya ketika tidak digunakan. Aset tersebut menghasilkan uang dan tetap memiliki nilai jual di masa depan. Aset produktif ini sangat cocok untuk pengusaha yang ingin menambah sumber pendapatan pasif.
Kemudian, ada investasi jangka panjang yang mencakup instrumen seperti reksa dana, obligasi pemerintah, saham blue chip, atau emas. Seorang pengusaha online shop di Bekasi mulai menabung rutin di reksa dana pendapatan tetap dengan nominal Rp 500.000 per bulan. Dalam dua tahun, dananya tumbuh stabil dengan risiko rendah. Investasi ini bukan hanya menambah kekayaan, tapi juga memberi rasa aman saat bisnis sedang lesu.
Reksa dana adalah pilihan favorit bagi investor pemula karena modal awal rendah dan dikelola oleh manajer investasi profesional. Misalnya, platform seperti Bibit dan Bareksa memungkinkan Anda berinvestasi mulai dari Rp 10.000. Seorang pemilik barbershop di Bogor membuktikan, dengan konsistensi investasi kecil setiap bulan, ia bisa mengumpulkan dana darurat Rp 20 juta dalam dua tahun. Ini membuktikan bahwa investasi bukan hanya milik kalangan tajir.
Saham blue chip juga layak dipertimbangkan sebagai bagian dari portofolio, terutama saham perusahaan besar yang stabil dan membagikan dividen. Seorang pengusaha warung kopi keliling di Surabaya menyisihkan Rp 1 juta per bulan untuk membeli saham seperti Telkom, BCA, dan Unilever. Nilai saham naik perlahan dan ia menerima dividen tahunan sebagai bonus tambahan. Ini adalah cara cerdas untuk memiliki sebagian kecil dari perusahaan besar.
Obligasi pemerintah seperti ORI dan SBR juga sangat menarik karena risikonya rendah dan bunganya lebih tinggi dari deposito. Seorang pengusaha katering rumahan di Solo membeli ORI017 senilai Rp 5 juta dan menerima kupon tetap setiap bulan. Uang ini digunakan sebagai tambahan modal saat bisnis sedang ramai pesanan. Obligasi juga bisa menjadi pilihan konservatif bagi pengusaha yang ingin menjaga stabilitas keuangan.
Emas digital kini juga menjadi bagian penting dalam portofolio, terutama untuk melawan inflasi. Platform seperti Pegadaian Digital dan Tokopedia Emas memungkinkan pembelian mulai dari 0,01 gram. Pengusaha toko bunga di Tangerang menyisihkan hasil penjualannya untuk membeli emas secara berkala. Dalam tiga tahun, ia memiliki simpanan emas setara 50 gram yang bisa dijual saat mendesak.
Idealnya, portofolio pengusaha juga memiliki dana darurat, setara 3-6 bulan biaya hidup atau operasional usaha. Ini penting untuk menghadapi kondisi tak terduga seperti pandemi, kebakaran, atau penurunan penjualan. Seorang pengusaha distro di Jogja menaruh dana daruratnya dalam rekening tabungan khusus dan sebagian di reksa dana pasar uang. Dengan begitu, dana tetap likuid namun tidak mengendap sia-sia.
Untuk memaksimalkan portofolio, pengusaha sebaiknya memiliki tujuan investasi yang jelas seperti pensiun dini, pendidikan anak, atau ekspansi usaha. Tujuan ini membantu dalam menentukan jenis investasi dan jangka waktu yang tepat. Seorang pengusaha makanan sehat di Jakarta, misalnya, menargetkan membeli rumah pribadi dalam lima tahun dan memilih reksa dana campuran sebagai instrumen utama. Perencanaan yang baik mencegah penggunaan uang untuk hal impulsif.
Dalam membangun portofolio, konsistensi jauh lebih penting daripada jumlah besar. Tidak perlu menunggu punya modal ratusan juta untuk mulai berinvestasi. Yang penting adalah membangun kebiasaan menyisihkan sebagian laba usaha untuk instrumen jangka panjang. Bahkan investasi kecil, jika rutin dan dikelola dengan disiplin, akan tumbuh signifikan dalam 5–10 tahun ke depan.
Diversifikasi juga menjadi prinsip utama dalam membagi portofolio. Jangan hanya bergantung pada satu jenis aset atau investasi. Misalnya, jika Anda punya bisnis kuliner, tambahkan investasi di properti dan reksa dana untuk menyebar risiko. Jika satu sektor terdampak krisis, yang lain bisa tetap memberi pemasukan.
Perlu diingat bahwa semua investasi memiliki risiko, dan penting untuk memahami instrumen yang Anda pilih. Jangan tergoda janji keuntungan tinggi tanpa memahami konsekuensinya. Pengusaha yang sukses bukan hanya yang agresif, tapi juga yang bijak dalam mengelola kekayaan. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan perencana keuangan jika merasa perlu.
Kesalahan umum yang dilakukan pengusaha pemula adalah menunda investasi karena merasa sibuk atau merasa belum punya cukup dana. Padahal, semakin cepat Anda mulai, semakin besar efek compounding-nya. Seorang pemilik salon kecantikan di Balikpapan mulai investasi Rp 300 ribu per bulan sejak 2019 dan kini portofolionya sudah menyentuh Rp 25 juta. Hasil ini jauh lebih baik dibanding hanya menyimpan uang di tabungan biasa.
Saat portofolio Anda mulai tumbuh, evaluasi rutin menjadi langkah penting. Tinjau kinerja investasi setiap enam bulan atau setahun, dan sesuaikan jika ada perubahan dalam tujuan keuangan. Misalnya, jika bisnis Anda berkembang pesat, Anda bisa menambah alokasi di saham untuk pertumbuhan jangka panjang. Evaluasi juga mencegah Anda terlalu nyaman pada satu zona yang bisa stagnan.
Memiliki portofolio investasi yang ideal tidak harus rumit atau mahal. Yang terpenting adalah mulai dari sekarang dengan langkah kecil dan strategi yang terukur. Kombinasikan bisnis aktif, aset produktif, dan instrumen jangka panjang agar keuangan Anda tetap seimbang. Dengan disiplin dan pengetahuan, pengusaha pemula pun bisa membangun masa depan finansial yang kokoh dan menjanjikan.