Beberapa waktu lalu saya membaca keluhan salah seorang peserta mailing list yang mengomentari soal adanya beberapa pemula usaha yang merasa ‘tersesat’ karena mengikuti kiat yang dianjurkan oleh seorang mentor kewirausahaan. Orang itu mengatakan telah banyak para peminat wirausaha yang akhirnya terjerembab dan punya hutang bahkan hingga miliaran rupiah karena mengikuti ‘kiat berbisnis sebaiknya menggunakan uang orang lain sebagai modal alias utang.
Intinya, dianjurkan bahwa berwirausaha itu harus berani dan modalnya pakai duit orang lain. Prinsip ini, katanya, telah membuat orang menjadi ‘amat-berani’ untuk berhutang kepada pihak lain untuk meraih permodalan. Tapi ya itu tadi, AKHIRNYA banyak yang gagal dan meninggalkan hutang dari yang puluhan juta, ratusan juta, bahkan ada yang hingga miliaran. Saya tentu ikut prihatin dan sedih bagi yang kena musibah itu.
Sebagai orang yang bersimpati kepada para peminat wirausaha saya hanya ingin memberikan sedikit masukan berdasarkan informasi yang saya peroleh. Saya hanya ingin mengatakan bahwa dalam menjalankan usaha yang memang punya resiko ini, jangan pernah hanya berguru pada satu mentor.
Jangan bertaklid pada satu orang. Kita mesti memperbanyak sumber informasi, sumber referensi, mendapatkan kiat2 dan wisdom-wisdom sebanyak mungkin. Dan kemudian mencari mana saja diantara informasi dan kiat-kiat yang dikemukakan berbagai pengusaha itu yang paling cocok dan relevan buat bisnis kita dan latarbelakang kita.
Maklum, setiap pengusaha sukses punya pengalaman dan kiat sukses yang bisa jadi hanya relevan untuk industri dia sendiri, tapi tidak cocok untuk bidang yang lain. Seorang yang sukses di bisnis pendidikan sebut saja, belum tentu sukses ketika menjalankan usaha properti, aparel (fashion), ritel, dealership, atau agro bisnis misalnya.
Bacaan Lain:
- Kisah Sukses Resto SS, Modal Rp 9 Juta, Kini Punya Puluhan Outlet
- Strategi restrukturisasi hutang korporasi
- Cara-Cara Efektif Untuk Melakukan Efisiensi Perusahaan
- Yang Harus Dipersiapkan Sebelum Perusahaan Go Public (IPO)
Inilah yang kadang-kadang kita tak tersadar sehingga ‘asal ikut’ kepada salah satu pengusaha, padahal pengusaha yang kita ikuti itu hanya expert untuk satu bidang saja dan banyak gagal di banyak bidang lainnya. Sekali lagi, kita jangan membabi-buta mencontoh satu pengusaha, tapi ambillah banyak ‘air’ dari banyak sumber mata air, kemudian dari situ kita harus menggabungkannya menjadi air terbaik dan segar dalam kolam kita.
Saya punya contoh menarik pengusaha yang menerapkan prinsip itu, yaitu Pak Harijanto. Pak Harijanto ini pengusaha sukses di bidang sepatu. Karyawannya 9.000 orang. Ia alumni UNS yang dulunya benar-benar orang susah. Beliau ini juga punya banyak mentor yang selalu ia kagumi dan banyak ia ambil kiat-kiatnya. Contohnya, kalau ia belajar tentang SDM dan bagaimana mengelola anak-buah, maka ia banyak belajar dari Pak TP Rachmat.
Pak TP Rachmat ini orang yang membesarkan Astra dan menata sistem di Astra hingga mampu menjadi perusahaan swasta terbesar di Indonesia yang sistem manajerialnya diakui paling baik di Indonesia. Entah sudah berapa puluh penghargaan diperoleh Astra sebagai best company dari berbagai lembaga. Pak Harijanto banyak belajar dari Pak TP Rachmat soal bagaimana mengelola orang dan menjadikan anak buah kita prodktif, loyal dan menampilkan kinerja terbaoknya. Tapi kalau bicara turn arround manajemen (membenahi perusahaan-perusahaan sakit), Pak Harijanto berguru pada pengusaha-pengusaha yang lain. Salah satu yang ia kagumi ialah Robby Djohan, mantan Presdir Bank Mandiri yang belakangan juga sukses jadi entrepreneur.
Jadi, intinya, kita harus belajar dari sebanyak mungkin orang terbaik yang ahli di bidangnya masing-masing. Harus diingat bahwa pengusaha-pengusaha sukses itu, sebagaimana kita, juga punya banyak keterbatasan dan mereka juga hanya expert untuk bidang dia saja. Makanya kita sendiri yang harus bijak menyaring berbagai masukan yang kita terima dan kita sesuaikan (harmonize) yang sesuai dengan konteks bisnis kita.
Jangan pernah membabi-buta mengikuti anjuran atau kiat satu mentor saja. Jangan asal berani, termasuk berani berhutang. Bukankah dalam agama hutang itu juga ada pertanggungjawabannya di akherat? Jadi, semakin banyak sumber informasi dan mentor yang bisa kita ambil kiat-kiatnya, akan semakin baik bagi kita. Namun juga dibutuhkan kemampuan kita untuk memfilter mana yang paling cocok buat kita.