14 Merek Andalan Unilever Indonesia Jadi Mesin Pertumbuhan di 2025

bintangbisnis

Jakarta — Ketika banyak perusahaan barang konsumsi masih berjuang menavigasi daya beli yang rapuh dan perubahan perilaku konsumen, PT Unilever Indonesia Tbk justru mulai menandai fase baru dalam siklus bisnisnya. Laporan keuangan interim untuk sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2025 menunjukkan sinyal yang semakin jelas: pemulihan yang didorong bukan oleh ekspansi agresif, melainkan oleh penguatan portofolio inti dan disiplin eksekusi.

Di pusat strategi tersebut terdapat 14 merek utama—mulai dari Pepsodent hingga Clear—yang kini berkontribusi sekitar 65% dari total penjualan dan menjadi fondasi utama kinerja perusahaan. Portofolio inilah yang menopang Underlying Sales Growth (USG) sebesar 6,8%, sekaligus menegaskan pergeseran Unilever Indonesia menuju pertumbuhan yang lebih fokus, terukur, dan berkelanjutan.

Kinerja yang Berbalik Arah

Pada kuartal ketiga 2025, Unilever Indonesia mencatat penjualan bersih Rp9,4 triliun, naik 12,4% secara tahunan dan 7,7% secara kuartalan. Laba bersih melonjak menjadi Rp1,2 triliun, meningkat 117% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sementara margin kotor mencapai 49,2%, level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Angka-angka ini mencerminkan lebih dari sekadar perbaikan siklus. Bagi manajemen, hasil tersebut merupakan bukti awal bahwa langkah-langkah restrukturisasi portofolio, penajaman kategori, dan investasi merek mulai memberikan dampak nyata.

Empat Belas Merek yang Menjadi Tulang Punggung

Empat belas merek—Pepsodent, Bango, Royco, Sunlight, Molto, Vaseline, Close Up, Glow & Lovely, Rexona, Tresemme, Dove, Zwitsal, Wipol, dan Clear—bukan hanya mencatat pertumbuhan positif, tetapi juga berfungsi sebagai jangkar stabilitas di tengah dinamika pasar yang volatil.

Merek-merek ini mewakili keseimbangan antara kebutuhan harian, perawatan pribadi, hingga produk bernilai emosional tinggi bagi keluarga Indonesia. Dengan jangkauan distribusi yang luas dan tingkat penetrasi yang mendalam, portofolio tersebut memberikan skala sekaligus ketahanan terhadap tekanan harga dan fluktuasi permintaan.

Kontribusi mereka tidak bersifat merata, tetapi saling melengkapi. Produk kebersihan rumah tangga menopang volume, sementara personal care dan beauty mendorong nilai serta margin. Kombinasi inilah yang memungkinkan Unilever Indonesia membalikkan tren kinerja tanpa mengorbankan investasi jangka panjang.

Kategori sebagai Mesin Diferensiasi

Strategi kategori menjadi pilar utama pemulihan. Sepanjang 2025, lebih dari 85% merek Unilever Indonesia meluncurkan inovasi baru, baik dalam bentuk formulasi, ukuran kemasan, maupun proposisi nilai. Pendekatan ini tidak bertujuan mengejar tren sesaat, melainkan memperkuat relevansi produk dalam konteks konsumsi sehari-hari.

Peralihan menuju portofolio dengan pertumbuhan lebih tinggi memberikan kontribusi 9,3% terhadap penjualan Home & Personal Care, meningkat tajam dibandingkan awal tahun. Dengan dukungan strategi Net Revenue Management, perusahaan menyeimbangkan harga, promosi, dan kemasan untuk menjaga keterjangkauan tanpa menggerus margin.

Pendekatan ini mencerminkan pelajaran penting dalam industri FMCG: pertumbuhan yang berkelanjutan tidak datang dari diskon agresif, melainkan dari persepsi nilai yang konsisten di mata konsumen.

Belanja Merek yang Terukur

Di tengah tekanan biaya, Unilever Indonesia mempertahankan belanja iklan dan promosi di kisaran 8,8% dari penjualan bersih. Angka ini mencerminkan komitmen perusahaan untuk terus membangun ekuitas merek, bahkan ketika banyak pelaku industri memilih menahan investasi.

Belanja iklan digital kini telah meningkat dua kali lipat dibandingkan 2020, memperkuat keterhubungan merek dengan konsumen yang semakin digital. Bagi Unilever, investasi ini bukan sekadar soal visibilitas, melainkan alat untuk mempertahankan relevansi 14 merek inti di tengah fragmentasi media dan perubahan preferensi generasi muda.

Saluran Distribusi sebagai Keunggulan Kompetitif

Di sisi distribusi, Unilever Indonesia memperluas jangkauan ritelnya hingga 18%, meningkatkan tenaga penjualan sebesar 19%, dan menambah variasi produk sekitar 16%. Transformasi go-to-market ini bertujuan memastikan bahwa kekuatan merek di tingkat nasional diterjemahkan menjadi ketersediaan produk di tingkat lokal.

Platform Sahabat Warung menjadi bagian dari strategi ini, menghubungkan warung tradisional dengan ekosistem digital dan meningkatkan efisiensi rantai pasok. Di saat yang sama, fokus pada saluran masa depan seperti Health & Beauty serta e-commerce memperluas peluang pertumbuhan bernilai tinggi.

Disiplin Biaya dan Produktivitas

Pemulihan margin Unilever Indonesia juga ditopang oleh disiplin biaya yang ketat. Inisiatif produktivitas di seluruh rantai nilai—dari manufaktur hingga distribusi—memungkinkan perusahaan meningkatkan efisiensi dan mengalokasikan kembali sumber daya ke area prioritas.

Hasilnya terlihat pada peningkatan margin kotor dan laba sebelum pajak, yang naik signifikan secara tahunan. Bagi investor, ini menegaskan bahwa pertumbuhan Unilever Indonesia bukan sekadar hasil pemulihan permintaan, tetapi juga dari perbaikan struktural dalam cara perusahaan beroperasi.

Pandangan ke Depan

Memasuki kuartal terakhir 2025, manajemen tetap berhati-hati namun optimistis. Proses pemisahan unit bisnis es krim diharapkan selesai dalam tahun ini, sebuah langkah strategis untuk mempertajam fokus portofolio dan meningkatkan kelincahan organisasi.

Bagi Unilever Indonesia, empat belas merek inti bukan sekadar sumber pendapatan, melainkan fondasi kepercayaan konsumen dan mesin pertumbuhan jangka panjang. Dalam lingkungan yang semakin kompetitif, keberhasilan perusahaan akan sangat ditentukan oleh kemampuannya menjaga keseimbangan antara skala, inovasi, dan disiplin eksekusi.

Pemulihan Unilever Indonesia pada 2025 memberikan pelajaran penting bagi industri barang konsumsi: kekuatan merek tetap relevan, asalkan dikelola dengan fokus dan disiplin. Dengan menjadikan 14 merek andalan sebagai tulang punggung strategi, perusahaan menunjukkan bahwa pertumbuhan yang berkualitas tidak selalu datang dari ekspansi portofolio, melainkan dari pendalaman nilai pada apa yang sudah dipercaya konsumen.

Share This Article