Raja Bisnis Handuk dari Tangerang

bintangbisnis

Pada suatu pagi di kawasan industri Tangerang, hamparan bangunan pabrik seluas puluhan hektare itu bekerja seperti organisme hidup. Mesin pemintalan berdengung pelan, air mengalir melalui sistem daur ulang, dan ribuan pekerja bergerak dalam ritme yang telah disempurnakan selama puluhan tahun. Dari tempat inilah handuk-handuk yang tampak sederhana—putih, tebal, dan bersih—berangkat ke hotel-hotel berbintang, department store, dan rumah tangga di Eropa, Amerika, Jepang, hingga Timur Tengah. Di ujung labelnya tertulis nama yang kini identik dengan kualitas: Terry Palmer.

Namun cerita ini jauh lebih tua daripada merek itu sendiri.

PT Indah Jaya Textile Industry berdiri pada tahun 1962, ketika Indonesia masih mencari bentuk industrinya sendiri. Awalnya, perusahaan ini tidak membayangkan pasar global. Fokusnya sederhana dan lokal: memasok handuk untuk pasar domestik. Pada masa itu, industri tekstil nasional belum mapan, mesin terbatas, dan standar kualitas sangat bergantung pada ketelitian manual. Johny Pesik—pendirinya—memasuki bisnis ini bukan dengan gagasan menjadi pemain besar, melainkan dengan obsesi pada konsistensi. Baginya, handuk bukan sekadar kain, melainkan ujian kesabaran: jika daya serap buruk atau serat mudah rusak, konsumen tak akan kembali.

Komitmen pada kualitas itu perlahan membuka pintu yang tak pernah direncanakan. Pada tahun 1988, lebih dari dua dekade setelah berdiri, Indah Jaya melakukan ekspor pertamanya ke Eropa. Bagi perusahaan tekstil Indonesia pada masa itu, menembus Eropa bukan perkara kecil. Standar teknis, konsistensi warna, dan ketahanan produk diuji tanpa kompromi. Keberhasilan ekspor ini menjadi titik balik: Indah Jaya tak lagi sekadar pabrik lokal, tetapi mulai berpikir sebagai produsen global.

Permintaan meningkat, dan pada tahun 1992 perusahaan membangun pabrik baru di Tangerang—lokasi strategis dekat Jakarta dan pelabuhan terbesar di Indonesia. Pada tahun yang sama, ekspor ke Jepang dimulai. Pasar Jepang, dengan reputasinya yang perfeksionis, memaksa perusahaan meningkatkan pengetahuan teknis dan disiplin produksi. Mesin-mesin modern ditambahkan, proses diketatkan, dan kegagalan kecil sekalipun diperlakukan sebagai pelajaran mahal.

Keputusan paling strategis datang pada tahun 2001, ketika Indah Jaya membangun pabrik pemintalan sendiri. Langkah ini bukan sekadar ekspansi, melainkan upaya menguasai rantai nilai. Awalnya, pabrik pemintalan itu dirancang hanya sebagai pendukung produksi tenun dan rajutan internal. Namun kualitas benang yang dihasilkan ternyata melampaui ekspektasi pasar. Benang Indah Jaya diterima luas, bukan hanya oleh pabrik rajutan lokal, tetapi juga oleh pembeli internasional. Sejak 2003, benang tersebut melayani pasar domestik, dan pada 2005 ekspornya diperluas ke pasar global.

Di tengah perjalanan itu, lahirlah merek Terry Palmer pada tahun 1996. Nama “Palmer” diambil dari Palmerah, Jakarta Barat—lokasi pabrik pertama—sebuah penanda asal-usul yang sengaja dipertahankan. Saat itu, pasar handuk premium di Indonesia nyaris kosong. Produk lokal umumnya tanpa merek, sementara produk impor terlalu mahal dan terbatas. Terry Palmer hadir mengisi celah tersebut: kualitas ekspor dengan identitas lokal.

Ketika banyak merek mengejar volume, Terry Palmer memilih ketebalan, kelembutan, dan daya serap. Sebagian besar produknya menggunakan 100% katun, diproduksi dengan standar higienis yang ketat. Reputasinya tumbuh diam-diam, hingga akhirnya menjadi pilihan utama hotel-hotel berbintang di Indonesia. Inovasi pun muncul, termasuk produk handuk berhias kristal Swarovski untuk segmen ultra-premium—sebuah langkah yang jarang dilakukan produsen tekstil Asia Tenggara.

Orientasi ekspor semakin kuat sejak akhir 1990-an. Mulai 1998, handuk Terry Palmer aktif diekspor ke Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Produk ekspor mereka dikenal lebih tebal dan lebih lebar, disesuaikan dengan preferensi pasar negara maju. Bahkan pada awal 2000-an, sejumlah pembeli luar negeri justru meminta handuk dikirim dengan merek Terry Palmer—padahal merek itu sendiri belum agresif dipasarkan di dalam negeri. Ini menjadi sinyal bahwa reputasi telah melampaui batas geografis.

Hari ini, jaringan ekspor Terry Palmer mencakup Eropa, Amerika Serikat, Australia, Jepang, Singapura, Malaysia, Hong Kong, China, Filipina, Uni Emirat Arab, hingga Afrika. Perusahaan secara rutin mengikuti pameran tekstil internasional, termasuk Home Textile Exhibition di Jerman, bukan sekadar untuk menjual produk, tetapi membaca arah selera global. Di beberapa negara Asia seperti Malaysia dan Singapura, Terry Palmer bahkan menjadi pionir butik khusus handuk—sebuah pendekatan ritel yang tak lazim pada masanya.

Skala Indah Jaya hari ini mencerminkan akumulasi keputusan jangka panjang itu. Dengan lebih dari 4.000 hingga 5.000 karyawan dan kawasan pabrik sekitar 30–40 hektare, perusahaan ini beroperasi sebagai ekosistem terintegrasi. Produksi dilakukan dari hulu ke hilir: desain, pemintalan, penenunan, pewarnaan, hingga produk siap jual, ditangani oleh tenaga profesional terlatih. Sertifikasi ISO 9001 dan ISO 14001 menjadi standar, bukan sekadar hiasan dinding. Sistem pengolahan limbah dan daur ulang air diterapkan sebagai bagian dari komitmen lingkungan, yang juga diakui melalui penghargaan PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Ekspansi ke sektor lain pun dilakukan secara terukur. Pada 2004, Indah Jaya mendirikan PT Indah Jaya Garment, yang menyediakan jasa produksi pakaian jadi—dari kaos polo, pakaian dalam, hingga baju tidur—dalam skala besar. Menariknya, unit ini langsung mampu mengekspor produknya pada tahun yang sama, menunjukkan kematangan operasional yang jarang terjadi pada lini bisnis baru.

Ketika tongkat estafet kepemimpinan berpindah ke Wilson Pesik, generasi kedua, perusahaan tidak kehilangan arah. Wilson membawa perspektif baru tentang merek, efisiensi, dan keberlanjutan, namun esensi tetap dijaga. Terry Palmer tidak berubah menjadi merek musiman; ia tetap menjadi simbol keandalan. Konsistensi inilah yang membuat merek ini meraih Top Brand Award selama sepuluh tahun berturut-turut sejak 2015 hingga 2024, serta Superbrand Award 2024 untuk kategori handuk. Indonesia Branded Export Award pun mengukuhkan posisinya sebagai merek lokal yang mendunia.

Apa pelajaran dari perjalanan panjang ini? Bahwa bisnis besar tidak selalu lahir dari ide revolusioner, tetapi dari kesetiaan pada detail. Bahwa penguasaan rantai produksi lebih berharga daripada ekspansi serampangan. Dan bahwa regenerasi yang sehat bukan tentang memutus masa lalu, melainkan menyempurnakannya.

Di Tangerang, mesin-mesin itu terus bekerja. Handuk-handuk terus diproduksi, dilipat, dan dikirim ke berbagai belahan dunia. Tidak ada klaim bombastis di sana. Hanya konsistensi yang dijaga selama lebih dari enam dekade. Johny Pesik mungkin tidak pernah menyebut dirinya raja. Tetapi dari Tangerang, kerajaannya—yang kini dijaga oleh generasi berikutnya—terus berdiri, lembut, menyerap, dan bertahan lama.  (BintangBisnis.com)

___________________

Share This Article