Donald Trump, Riwayat Jatuh-Bangun Sang Miliarder Kontroversial Sebelum Ke Gedung Putih

bintangbisnis

Jika hari ini nama Donald J. Trump identik dengan kontroversi, keberanian, dan gaya komunikasi yang meledak-ledak, itu bukanlah kepribadian baru yang muncul saat ia menduduki kursi Presiden Amerika Serikat. Karakter itu sudah melekat erat sejak masa mudanya—terutama ketika ia pertama kali merintis karier di dunia bisnis. Sebelum dikenal sebagai politikus yang membelah opini publik, Trump adalah seorang pengusaha yang membangun kerajaannya dari fondasi real estate, dan mencetak berbagai terobosan yang membuat namanya bersinar, dikagumi, sekaligus dikritik oleh banyak kalangan.

Bocah Dari New York Yang Ambisius

Donald Trump lahir pada 14 Juni 1946 di Queens, New York. Ia adalah anak dari Fred Trump, seorang pengembang real estate kelas menengah yang fokus membangun rumah-rumah murah untuk keluarga veteran di wilayah pinggiran kota New York. Meski tidak lahir dari kemiskinan, Donald muda memiliki dorongan ambisius untuk melampaui ayahnya, baik dalam skala proyek maupun dalam cara menjalankan bisnis.

Setelah lulus dari Wharton School, University of Pennsylvania—yang saat itu sudah memiliki reputasi baik di bidang ekonomi dan keuangan—Trump bergabung dengan perusahaan milik ayahnya, Elizabeth Trump & Son. Namun, bukan gaya konservatif ayahnya yang ia tiru. Trump muda ingin mengambil risiko lebih besar. Ia tertarik pada proyek-proyek bergengsi di Manhattan, sebuah wilayah yang dianggap terlalu mewah dan tidak stabil oleh Fred.

Proyek besar pertama yang membuktikan insting Trump adalah pengembangan Grand Hyatt Hotel pada akhir 1970-an. Ia berhasil mendapatkan pendanaan dan potongan pajak dari pemerintah kota, dan membuat bangunan tua itu berubah menjadi simbol kejayaan baru Manhattan. Di sinilah Trump mulai dikenal sebagai pengusaha dengan kemampuan lobi, negosiasi, dan perhitungan yang agresif. Ia menggabungkan citra personal sebagai “deal maker” dengan kemampuan memainkan media. The New York Times dan berbagai koran lain mulai memuat wajahnya, bukan hanya proyeknya.

Terobosan, Jatuh-Bangun, dan Branding Diri

Kesuksesan Grand Hyatt membuka jalan bagi Trump Tower—proyek ikonik yang dibangun di Fifth Avenue. Dengan kaca hitam mengilap dan interior mewah, gedung itu tidak hanya menjadi kantor pusat perusahaannya, tapi juga simbol status dan kemewahan gaya Trump. Di sinilah Trump mulai menegaskan bahwa bisnis tidak sekadar tentang angka, tapi juga tentang persepsi.

Pada dekade 1980-an, Trump memperluas usahanya ke kasino di Atlantic City. Ia membeli dan membangun kasino seperti Trump Plaza, Trump Castle, dan Taj Mahal. Meski sempat menjadi raja kasino, ekspansi besar-besaran ini akhirnya menjadi bumerang. Tahun 1990-an adalah dekade kejatuhan. Trump mengalami kebangkrutan perusahaan beberapa kali. Total utang miliaran dolar membuatnya nyaris kehilangan segalanya.

Namun, yang membedakan Trump dari pebisnis lain adalah kemampuannya bangkit. Ia tidak malu mengakui kesalahan, tetapi juga tidak menyerah. Ia melakukan restrukturisasi, menjual aset, dan menata ulang kerajaannya. Selain properti, ia mulai menciptakan diversifikasi bisnis lewat branding. Nama “Trump” dijadikan merek untuk segala hal—dari dasi, air mineral, steak, sampai acara TV.

“The Apprentice”, acara realitas yang diluncurkan tahun 2004, adalah titik balik besar. Dengan slogannya yang ikonik, “You’re fired!”, Trump bukan hanya kembali ke dunia bisnis, tetapi menjadi tokoh televisi dengan popularitas luar biasa. Ia memoles dirinya sebagai simbol kesuksesan, keberanian, dan gaya hidup mewah. Itulah kekuatan Trump—mengubah dirinya menjadi merek, dan merek itu kemudian menjadi kendaraan bisnis baru.

Gaya Trump: Agresif, Percaya Diri, dan Penuh Simbol

Apa yang khas dari Trump dalam berbisnis? Pertama, ia berani mengambil risiko besar. Tidak semua berhasil, tapi keberaniannya membuka peluang-peluang yang tertutup bagi pengusaha biasa. Kedua, ia sangat paham kekuatan media. Setiap langkah bisnisnya selalu dikemas dalam narasi dramatis, penuh visual dan simbol status. Ketiga, ia sangat menekankan personal branding. Baginya, nama itu lebih penting daripada aset.

Kiat sukses Trump, jika dirangkum, meliputi: membangun jaringan, menguasai komunikasi, berani bertaruh besar, dan terus memperbaiki citra diri. Ia tahu bahwa persepsi publik bisa menjadi aset, bahkan ketika kondisi finansial pribadi sedang di ujung tanduk.

Pada akhirnya, perjalanan bisnis Donald Trump adalah narasi penuh drama—dari kejayaan ke kehancuran, dan kembali bangkit. Ia bukan pengusaha sempurna. Banyak pihak mengkritik cara-caranya yang kasar, egosentris, dan kadang manipulatif. Namun, tak bisa dipungkiri, ia adalah salah satu figur paling menarik dalam dunia bisnis modern: seseorang yang tidak hanya membangun gedung, tapi juga membangun dirinya menjadi legenda, meski penuh kontroversi.

Dan dari sana, ia melangkah ke dunia politik—membawa seluruh insting bisnisnya ke Gedung Putih. (ED)

 

Share This Article