PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), unit usaha batu bara termal Grup Adaro, menegaskan posisinya sebagai salah satu pemasok utama energi fosil di Asia di tengah transisi global menuju energi bersih. Perusahaan menargetkan penjualan batu bara sebesar 65–67 juta ton pada 2025, dengan realisasi hingga September telah mencapai hampir 80% dari target tahunan.
Data paparan publik perseroan menunjukkan penjualan batu bara hingga akhir kuartal ketiga 2025 mencapai 52,69 juta ton, sementara produksi tercatat 51,49 juta ton, naik tipis 1% secara tahunan. Capaian tersebut mencerminkan stabilitas operasional AADI di tengah pasar energi global yang semakin berlapis oleh faktor geopolitik, kebijakan iklim, dan kebutuhan listrik yang meningkat.
AADI mengoperasikan empat lokasi tambang aktif, dua di Kalimantan Selatan, satu di Sumatera Selatan, dan satu di Queensland, Australia — kombinasi yang memberi fleksibilitas pasokan untuk pasar domestik maupun ekspor.
PLTU Tetap Menjadi Tulang Punggung
Sekitar 84% penjualan batu bara AADI hingga September 2025 diserap oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), memperkuat karakter batu bara sebagai sumber energi baseload yang sulit digantikan dalam jangka pendek. Sisanya, 16%, dialokasikan ke sektor industri seperti semen dan pengguna akhir lainnya.
“Mayoritas pelanggan adalah PLTU dan pengguna akhir, memberikan kepastian pasar jangka panjang,” ujar manajemen perusahaan dalam paparan tersebut.
Dari sisi geografis, 25% penjualan berasal dari pasar domestik, mencerminkan peran batu bara dalam ketahanan energi Indonesia. Asia Tenggara menyumbang 22%, disusul India dan Asia Timur Laut (di luar China) masing-masing 19%, sementara China berkontribusi 13%.
Hilirisasi dan Permintaan Jangka Panjang
Manajemen AADI menilai permintaan batu bara dalam negeri akan tetap kuat, sejalan dengan agenda hilirisasi industri yang mendorong konsumsi energi berbasis panas dan listrik skala besar. Bahkan, perusahaan memperkirakan permintaan batu bara untuk pemrosesan logam akan tumbuh lebih cepat dibandingkan kebutuhan PLTU dalam periode 2026–2050.
Secara global, AADI mengambil pandangan yang relatif optimistis terhadap masa depan batu bara, meskipun tekanan terhadap emisi karbon dan adopsi energi terbarukan semakin menguat.
“Batu bara akan bertahan sebagai komponen penting dalam bauran energi global untuk menopang ketahanan energi, terutama di negara berkembang,” kata manajemen.
Harga Global Diprediksi Stabil, Risiko Ada di Sisi Pasokan
Prospek tersebut sejalan dengan DBS Bank 2026 Outlook, yang memperkirakan harga batu bara acuan Newcastle akan bergerak stagnan di kisaran US$100–110 per ton pada 2026–2027, dengan asumsi pasokan global tetap terkendali.
Namun, analis DBS mengingatkan bahwa keseimbangan pasar masih rapuh. Lonjakan produksi tak terduga dari Indonesia, Australia, atau China berpotensi menekan harga secara signifikan, terutama di tengah permintaan yang semakin selektif akibat kebijakan transisi energi.






